Internasional, gemasulawesi – Baru-baru ini, salah satu pakar, Dr Mustafa Fetouri, menyebutkan jika tahun 2023 adalah tahun yang sulit untuk negara-negara Barat.
Hal ini, menurut Dr Mustafa Fetouri, karena berbagai kejadian yang terjadi mulai dari Gaza, Ukraina dan kembali ke Sahel Afrika.
Dr Mustafa Fetouri mengungkapkan jika tujuan dari geopolitik Barat dan pengaruhnya secara keseluruhan di panggung global semakin berkurang dan bahkan mungkin berantakan.
Baca Juga:
Tentang Jalur Gaza, ICJ dan Penjajah Israel, Pakar Nyatakan Agresi Adalah Kudeta Soft Power
“Di kawasan Timur Tengah, negara-negara Barat, khususnya Amerika Serikat, ingin menjadikan kawasan tersebut sebagai halaman belakang mereka, seperti yang telah terjadi sejak lama,” katanya.
Dr Mustafa Fetouri menyampaikan jika secara tiba-tiba dan juga tidak terduga, sebuah guncangan melanda negara-negara Barat tersebut dengan pusatnya yang berada di Israel.
Diketahui jika Hamas dan sekutunya, seperti Jihad Islam Palestina, melancarkan serangan yang berani dan belum pernah terjadi sebelumnya, dalam sebuah operasi yang dinamakan Operasi Banjir Al-Aqsa.
“Ini memberikan pukulan yang telak terhadap seluruh rangkaian kebijakan strategis Israel,” tandasnya.
Menurut Fetouri, sikap Barat terhadap genosida di Gaza tidak hanya mengungkapkan standar ganda Barat, namun, semakin mengisolasi Amerika Serikat, di panggung dunia.
“Lebih jauh lagi, hal ini juga telah membuat hancur kredibilitas dari pemerintah Barat yang ada di Timur Tengah ketika mereka menunjukkan dukungannya terhadap Israel,” jelasnya.
Dia menerangkan agar tahun 2024 tidak terlalu mengerikan untuk Barat, negara-negara Barat harus menyesuaikan diri dengan realitas geopolitik yang baru.
“Ini lebih baik daripada berupaya menyeleraskan dunia dengan kebijakan-kebijakannya,” terangnya.
Dr Mustafa Fetouri juga memaparkan beberapa pukulan telah yang terjadi pada rangkaian kebijakan strategis Barat akibat perang Palestina.
Baca Juga:
Dimulai dari Jumat, Otoritas Jepang Mulai Bangun Unit Perumahan Sementara untuk Korban Gempa
Dia menyebutkan yang pertama adalah gagasan normalisasi hubungan Israel dan Saudi menguap begitu saja.
“Yang kedua adalah perang ini menimbulkan perpecahan yang terjadi di mayoritas pemerintah Barat dengan rakyatnya,” ujarnya.
Dr Mustafa Fetouri menyampaikan jika yang ketiga adalah agresi menjatuhkan seluruh Barat dari serangan moral tinggi yang mereka gunakan dalam menangani masalah Palestina.
Baca Juga:
Bela Diri, Ini Argumen Penjajah Israel dalam Sidang Kasus Genosida di ICJ
“Sedangkan yang terakhir adalah agresi ini memaksa banyak negara Barat untuk mengubah sikap mereka terhadap isu ini,” pungkasnya. (*/Mey)