Parigi Moutong, gemasulawesi - Proyek rehabilitasi ruang kerja Wakil Bupati Parigi Moutong telah berkembang dari sekadar renovasi fasilitas kantor menjadi sebuah drama tata kelola pemerintahan daerah yang penuh tanda tanya.
Rangkaian kejanggalan dalam penganggaran dan proses pengadaan proyek senilai ratusan juta rupiah ini telah menyulut kekhawatiran publik dan menyoroti celah transparansi dalam administrasi Pemkab Parimo.
Dugaan Intervensi dan Manipulasi Skema Pengadaan
Puncak dari polemik ini bermula dari perubahan mendasar dalam mekanisme pengadaan barang dan jasa.
Proyek yang vital dan menggunakan dana publik seharusnya berjalan sesuai koridor hukum yang mengedepankan akuntabilitas.
Awalnya, berdasarkan pagu anggaran senilai Rp623 juta proyek ini harusnya melalui mekanisme tender atau lelang terbuka, sebuah metode yang wajib diterapkan untuk proyek dengan nilai tertentu guna memastikan persaingan sehat dan nilai terbaik bagi daerah.
Namun, di tengah jalan, terjadi perubahan skema yang mencurigakan. Proyek tersebut dialihkan menjadi pengadaan langsung.
Metode ini, meskipun sah secara hukum untuk nilai proyek di bawah ambang batas tertentu, sangat rentan disalahgunakan untuk menghindari pengawasan ketat dan membuka ruang bagi praktik penunjukan rekanan tertentu tanpa proses seleksi yang kompetitif.
Perubahan skema ini bertepatan dengan berhembusnya isu dugaan intervensi Wakil Bupati Abdul Sahid dalam salah satu proyek fisik di Parigi moutong.
Meskipun Wabup telah berulang kali membantah tudingan tersebut, perubahan metode proyek yang menyangkut ruangannya sendiri secara langsung memperkuat persepsi adanya penggunaan pengaruh jabatan untuk memuluskan proses yang tidak lazim.
Misteri "Koreksi" Anggaran yang Volatil
Kejanggalan tidak berhenti pada metode pengadaan. Aspek penganggaran proyek juga menunjukkan volatilitas yang dipertanyakan kewajarannya. Anggaran proyek ini mengalami perubahan signifikan, dari pagu awal sekitar Rp 623 juta, kemudian "terkoreksi" atau diturunkan menjadi sekitar Rp 398 juta.
Penurunan anggaran yang mencapai lebih dari 30% ini menimbulkan pertanyaan fundamental: Apakah perencanaan anggaran awal dilakukan secara serampangan tanpa perhitungan matang? Atau apakah koreksi ini merupakan upaya sistematis untuk menyesuaikan nilai proyek agar memenuhi syarat administrasi untuk skema pengadaan langsung yang lebih mudah diatur? Ketiadaan penjelasan rinci mengenai dasar perhitungan awal dan alasan rasional di balik koreksi drastis ini mengindikasikan lemahnya manajemen keuangan daerah.
Respon Publik dan Tuntutan Akuntabilitas
Rangkaian kejanggalan ini memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat sipil dan lembaga pengawas. Sorotan tajam datang dari aktivis anti-korupsi di PArigi Moutong, yang mendesak aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Negeri Parigi Moutong, untuk segera melakukan penyelidikan mendalam.
Di ranah politik, isu ini menjadi salah satu pemicu diusulkannya Hak Angket oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Parigi Moutong. Langkah politik ini menunjukkan tingkat keseriusan masalah, di mana legislatif merasa perlu menggunakan instrumen pengawasan tertinggi mereka untuk membongkar dugaan penyalahgunaan wewenang secara terstruktur, masif, dan sistematis.
Rehabilitasi ruang kerja Wakil Bupati Parigi Moutong adalah sebuah studi kasus mengenai bagaimana tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) dapat terkikis oleh praktik-praktik yang mengutamakan kemudahan proses di atas transparansi.
Perubahan skema tender menjadi penunjukan langsung, ditambah dengan anggaran yang volatil, menciptakan awan keraguan tebal atas integritas proyek tersebut.
Audit forensik dan penyelidikan hukum yang objektif sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa dana rakyat digunakan seadil-adilnya, bukan untuk memfasilitasi "proyek pesanan" pejabat tertentu. (fan)