Hukum, gemasulawesi – Mahkamah Konsitusi atau MK menyatakan jika pihaknya tidak meniadakan ketentuan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold yang diatur dalam UU No.7 Tahun 2017 mengenai Pemilu.
Mahkamah Konstitusi atau MK menegaskan jika ambang batas parlemen tetap diperlukan, namun, harus disusun dan disertai dengan metode kajian yang jelas dan juga komprehensif.
Hal tersebut dikatakan oleh salah satu hakim Mahkamah Konstitusi, Enny Nurbaningsih, untuk lebih memperjelas isi dari putusan perkara 116/PUU/XXI/2023 yang diketahui sebelumnya telah dibacakan oleh Mahkamah Konsitusi di rapat pleno hari Kamis, tanggal 29 Februari 2024.
Dilaporkan jika perkara ini diajukan oleh Perludem atau Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi.
“Adapun putusan nomor 16 tidak meniadakan dari threshold, seperti yang telah dibacakan amar putusannya,” ujarnya.
Enny menambahkan jika Mahkamah Konstitusi menyerahkan kepada pembuat undang-undag untuk melakukan pengaturan terhadap ambang batas parlemen.
Baca Juga:
Tunggu KPK, Nasdem Pastikan Akan Kembalikan Aliran Dana dari Syahrul Yasin Limpo
“Juga menentukan besaran dari angka persentasenya,” katanya.
Enny menegaskan jika yang paling penting adalah angka ambang batas parlemennya rasional dan merujuk kepada metode kajian yang jelas dan juga komprehensif.
“Sehingga nantinya dapat meminimalkan disproporsionalitas yang semakin tinggi yang mengakibatkan banyak suara sah yang akhirnya terbuang,” ucapnya.
Baca Juga:
Tindak Lanjut Putusan Pra Peradilan, KPK Siapkan Sprindik Baru terhadap Eddy Hiariej
Enny menambahkan bahwa dalam putusan perkara nomor 116 tersebut, Mahkamah Konstitusi meminta kepada pembuat undang-undang untuk melakukan perubahan ambang batas parlemen 4% yang diatur dalam Pasal 414 ayat (1) UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dengan angka yang juga rasional.
Dia menekankan jika untuk pemilu tahun 2029 dan juga setelahnya telah harus menggunakan threshold dengan besaran persentase yang nantinya dapat menyelesaikan persoalan yang dimaksud.
“Persoalan tersebut adalah disproporsionalitas yang semakin tinggi yang mengakibatkan banyak suara sah yang terbuang sia-sia,” terangnya.
Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukumnya juga meminta pembuat undang-undang memperhatikan 5 poin saat mengubah ambang batas parlemen 4% tersebut sebelum pelaksanaan pemilu 2024.
Diketahui jika poin pertama adalah ambang batas parlemen harus didesain untuk dapat digunakan secara berkelanjutan nantinya. (*/Mey)