Parigi Moutong, gemasulawesi - Operasi penyisiran Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang digalakkan oleh jajaran Polda Sulawesi Tengah di wilayah Kabupaten Parigi Moutong kini berada di bawah sorotan tajam publik.
Alih-alih memberikan efek jera, rangkaian operasi tersebut justru meninggalkan tanda tanya besar.
Pasalnya, meski alat berat dan aktivitas ilegal jelas terlihat di lapangan, tidak ada satupun pelaku utama atau pemodal dikabarkan berhasil diringkus dalam serangkaian razia tersebut.
Kondisi lapangan yang sunyi saat aparat tiba memicu dugaan kuat bahwa operasi ini telah bocor sebelum dimulai.
Baca Juga:
Kala Jaring dan Gelombang Seismik Berbenturan di Teluk Tomini
“Di Desa Karya Mandiri, malah ada oknum Tim Polda jalan bersama Gusti dan Ipai yang kita ketahui sebagai pengumpul fee 12 persen dari penambang ilegal jalan bersama naik ke Lokasi tambang, bukannya ditangkap,” ungkap sumber yang meminta Namanya tidak dikorankan.
Fenomena "hanya gertak sambal" ini semakin menguatkan spekulasi liar di tengah masyarakat mengenai adanya keterlibatan oknum Aparat Penegak Hukum (APH) yang bermain di balik layar.
Sulit bagi nalar publik untuk menerima fakta bahwa operasi skala besar bisa berakhir dengan tangan hampa tanpa adanya koordinasi yang sengaja diputus atau informasi yang sengaja dibocorkan.
Parigi Moutong, yang kaya akan potensi emas, kini justru menjadi saksi bisu kerusakan lingkungan yang masif akibat PETI.
Baca Juga:
Dugaan Dominasi Tambang Ilegal di Desa Tombi: Peran Haji Anjas dan Infrastruktur Talang Raksasa
Namun, di balik kerusakan alam tersebut, terdapat jaringan kepentingan yang diduga sangat kuat. Kegagalan menciduk para penambang ilegal ini seolah mengonfirmasi bahwa ada "tangan-tangan kuat" yang menjaga keberlangsungan aktivitas tersebut.
Jika penegakan hukum hanya bersifat seremonial tanpa hasil nyata, maka wibawa kepolisian di mata masyarakat Sulawesi Tengah sedang berada di titik nadir.
Masyarakat kini menanti langkah nyata yang lebih dari sekadar patroli formalitas. Spekulasi mengenai keterlibatan oknum APH bukan lagi sekadar desas-desus jika tidak dijawab dengan transparansi dan tindakan tegas.
Tanpa adanya penangkapan dan proses hukum yang transparan, publik akan terus melihat penyisiran ini sebagai sandiwara rutin untuk meredam kritik, sementara pundi-pundi dari tambang ilegal terus mengalir ke kantong-kantong yang salah.
Reformasi internal dan keseriusan Polda Sulteng ditantang untuk membuktikan bahwa hukum tidak tajam ke bawah namun tumpul ke samping, terutama bagi mereka yang berlindung di balik seragam.
Belum ada keterangan resmi dari pihak Polda Sulteng terkait hasil operasi penyisiran PETI di Parigi moutong hingga berita ini diterbitkan.
Kabid Humas Polda Sulteng, Kombespol Djoko Wienartono, yang coba dikonfirmasi oleh sejumlah media via nomor Whatsapp nya juga belum memberikan tanggapannya. (fan)