Parigi Moutong, gemasulawesi – Senin pagi, 22 Desember 2025, suasana di depan Kantor Bupati Parigi Moutong mendadak riuh.
Puluhan nelayan dengan wajah yang ditempa matahari pesisir berdiri merapat, membawa keresahan yang sama dari tengah lautan ke pusat pemerintahan.
Mereka datang bukan untuk merayakan akhir tahun, melainkan menagih pertanggungjawaban atas hilangnya "napas" ekonomi mereka: rompon-rompon penangkap ikan.
Persoalan bermula di kedalaman Teluk Tomini. Di sana, sebuah proyek teknologi tinggi bertajuk Akuisisi Seismik 3D Gorontalo Offshore sedang berlangsung.
Baca Juga:
Dugaan Dominasi Tambang Ilegal di Desa Tombi: Peran Haji Anjas dan Infrastruktur Talang Raksasa
Proyek strategis nasional ini bertujuan memetakan potensi minyak dan gas (migas) di Cekungan Gorontalo menggunakan kapal canggih HYSY 760 milik China Oilfield Services Limited (COSL).
Namun, bagi para nelayan lokal, kehadiran kapal tersebut membawa petaka bagi alat tangkap tradisional mereka.
Rifai, koordinator lapangan aksi tersebut, mengungkapkan fakta pahit di lapangan. Sedikitnya 48 Unit rompon milik nelayan dilaporkan putus dari jangkarnya. Ia menduga kuat bahwa kabel-kabel seismik atau pergerakan kapal survei telah memutus paksa aset-aset tersebut hingga hanyut tertelan arus laut dalam.
"Kami menuntut ganti rugi. Ini bukan sekadar alat, tapi mata pencaharian utama nelayan di sini," ujar Rifai dengan nada getir saat beraudiensi.
Baca Juga:
SMART GOV dan CITIGOV untuk Tekan Kebocoran PAD di Parigi Moutong
Ia menyayangkan minimnya empati dan koordinasi dari pelaksana proyek yang seolah mengabaikan kearifan lokal nelayan yang sudah turun-temurun menggantungkan hidup di perairan tersebut.
Merespons gelombang protes tersebut, Wakil Bupati Parigi Moutong, Abdul Sahid, turun langsung menemui massa. Di hadapan para nelayan yang menanti kepastian, ia menyatakan keprihatinannya dan berjanji bahwa pemerintah daerah tidak akan tinggal diam.
"Kami akan memperhatikan keluhan ini dengan serius. Prinsipnya, kami tidak akan membuat keputusan yang merugikan kalian," tegas Abdul Sahid. Guna mendinginkan suasana, ia mengajak sepuluh perwakilan nelayan untuk berdiskusi lebih intensif di ruang kerjanya, membedah satu per satu detail kerugian yang dialami.
Benturan Kepentingan Nasional dan Ekonomi Lokal
Di sisi lain, proyek yang dijalankan oleh Badan Geologi di bawah Kementerian ESDM ini merupakan langkah ambisius pemerintah untuk memperkuat ketahanan energi nasional. Berdasarkan data resmi, Cekungan Gorontalo adalah satu dari 128 cekungan sedimen di Indonesia yang dianggap sangat prospektif namun belum terjamah produksi.
Kepala Pusat Survei Geologi, Edy Slameto, dalam keterangannya menyebutkan bahwa survei selama 40 hari ini sangat krusial. Hasil pemindaian bawah permukaan dengan resolusi tinggi ini nantinya akan diserahkan kepada Direktorat Jenderal Migas untuk ditawarkan kepada investor global.
Namun, realita di Parigi Moutong menunjukkan bahwa ambisi besar negara untuk mengeksplorasi kekayaan alam di masa depan kini berbenturan langsung dengan urusan "isi piring" masyarakat pesisir saat ini.
Hingga berita ini disusun, proses mediasi masih berlangsung alot. Para nelayan tetap bertahan pada tuntutan kompensasi yang adil, sementara pemerintah daerah berupaya menjadi jembatan agar roda proyek strategis tetap berjalan tanpa harus mematikan ekonomi rakyat kecil. (fan)