Internasional, gemasulawesi – Mesin propaganda Israel telah bekerja keras dalam upayanya untuk menggambarkan kepada dunia sebuah narasi mengenai korbannya.
Dikatakan jika itu dilakukan Israel tanpa lelah mencari dukungan global dengan menggambarkan musuh-musuh Israel sebagai mereka yang tidak memiliki peri kemanusiaan.
Israel juga dikatakan menggambarkan perlawanan Palestina ke Israel di tanggal 7 Oktober 2023 sebagai sebuah tekanan terhadap negara.
Baca Juga: Perang Masih Belum Berakhir, Wanita Hamil di Palestina Menghadapi Mimpi Buruk Ganda
Dan karena itu, mereka dengan terampil meraih kemenangan propaganda dengan memanfaatkan kesempatan untuk menyembunyikan otoritarianisme mereka.
Juga Israel mempertahankan klaim palsu bahwa mereka adalah satu-satunya negara demokrasi liberal di Timur Tengah.
Ilusi Israel sebagai satu-satunya negara demokrasi di Timur Tengah masih terus bertahan, meskipun saat ini pemerintahan sayap kanan saat ini sangat ingin menghancurkan pilar-pilar utama demokrasi, yaitu pemisahan kekuasaan.
Baca Juga: Genosida, Pakar Sebut Propaganda Penjajah Israel Tidak Dapat Mengabaikan Kenyataan Pahit Nakba
Sebelum tanggal 7 Oktober 2023, ada 1 juta warga Israel yang melakukan protes terhadap reformasi peradilan yang sangat ingin disahkan oleh PM Benjamin Netanyahu dalam usahanya untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya.
Reformasi ini sendiri bersifat anti-demokrasi yang jika diterapkan akan melengkapi pergeseran Israel ke arah otoritarianisme yang tidak terelakkan.
Beberapa pendapat menyebutkan jika Netanyahu memiliki tujuan tertentu yang khusus mengenai perang yang dilakukan Israel terhadap Palestina sekarang ini.
“Netanyahu bertujuan memanfaatkan perang untuk meningkatkan citranya di masyarakat Israel, menggambarkan dirinya sebagai penyelamat dan pahlawan mereka, pelindung yang menyelamatkan ‘umat pilihan Tuhan’ dari teroris,” kata sejumlah pakar yang tidak disebutkan namanya.
Amerika Serikat memiliki sejarah mendukung rezim otoriter yang bersahabat dengan kepentingan dalam dan luar negeri AS.
Dukungan terhadap Israel, terutama selama peristiwa yang dianggap banyak orang sebagai genosida di Gaza, telah mencemari pemerintahan Biden dan pemerintah AS secara keseluruhan.
Negara-negara Barat sering menyoroti demokrasi yang diakui Israel untuk membenarkan dukungan mereka.
Narasi tersebut sering menekankan potensi Israel untuk membawa perdamaian dan nilai-nilai demokrasi ke wilayah yang tidak stabil.
Pada akhirnya, negara-negara Barat mungkin akan menyadari kelemahan keyakinan tersebut dan upaya untuk menyebarkan mitos tersebut kepada publik kemungkinan besar akan gagal. (*/Mey)