Internasional, gemasulawesi – Ketika semakin banyak rakyat Palestina yang tewas akibat agresi yang hingga kini masih belum berhenti, yang juga membunuh perempuan dan anak-anak, beberapa politisi Israel menuntut agar perubahan di Gaza dilakukan.
Salah satu pakar yang juga merupakan jurnalis yang tinggal di Eropa, Nasser Al-Sahli, menyatakan jika inti dari tuntutan kolonial yang arogan adalah kebenaran zionisme agama.
Nasser Al-Sahli menambahkan jika banyaknya jumlah korban yang tewas di Gaza memperlihatkan sifat fasis zionisme.
”Pandangan kaum zionis yang religius terhadap gagasan Talmud tentang kaum non-Yahudi yang membesarkan anak-anak mereka, yang mengajarkan orang-orang Arab tidak pantas menerima apapun selain kematian, tidak lagi disembunyikan,” katanya.
Al-Sahli menyebutkan jika orang-orang Arab dan Barat terkejut dan tidak percaya ketika stasiun televisi pemerintah Israel, Kan, menayangkan video yang memperlihatkan anak-anak Israel bernyanyi tentang ‘pemusnahan’ semua orang di Gaza.
“Sementara itu, mereka yang mendorong apa yang dinamakan normalisasi sama sekali tidak peduli dengan apa yang diajarkan dalam kurikulum pendidikan bahasa Ibrani di sekolah-sekolah Yahudi yang dikelola zionis di Barat,” ujarnya.
Dia menegaskan skala pencucian otak yang sebenarnya di lembaga-lembaga ini merupakan noda bagi kemanusiaan.
Al-Sahli menyampaikan apa yang dilakukan Israel menghasilkan generasi-generasi yang diindoktrinasi dengan ide-ide tidak manusiawi yang menyebabkan tentara zionis meledakkan masjid-masjid dan lingkungan sekitar di Gaza.
“Mereka sangat yakin bahwa orang-orang ini tidak manusiawi dan hanya pantas menerima apa yang dinyatakan oleh Menteri Perang, Yoav Gallant," tuturnya.
Dia menerangkan anak-anak dan remaja Palestina terpaksa hidup dalam kungkungan pendudukan fasis Israel.
Menurutnya, sedangkan di sisi lain, Israel mengisi kepala anak-anaknya dengan segala macam omong kosong yang dilakukan untuk melanggengkan dan membenarkan pendudukan dan pembersihan etnis yang sedang berlangsung.
“Jadi siapa sebenarnya siapa yang perlu menjalani perubahan budaya? Dan untuk berhenti mencuci otak anak-anak?” tanyanya. (*/Mey)