Nasional, gemasulawesi - A’wan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Abdul Muhaimin, menyampaikan desakan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia meminta lembaga antirasuah itu agar segera menuntaskan penyelidikan terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji.
Kasus yang dimaksud terjadi di lingkungan Kementerian Agama pada periode penyelenggaraan haji tahun 2023 hingga 2024.
Menurutnya, penetapan tersangka penting dilakukan untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menjaga kepercayaan publik.
Baca Juga:
Pemerintah Genjot Program Prioritas untuk Ciptakan Jutaan Lapangan Kerja Baru
“Segera tetapkan siapa tersangkanya agar tidak muncul anggapan KPK sengaja memperlambat proses, yang bisa menimbulkan keresahan di tubuh NU, terutama di kalangan warganya,” kata Abdul.
Abdul menyampaikan pernyataannya lantaran KPK sebelumnya menegaskan sedang menelusuri aliran dana terkait kasus kuota haji yang mengarah ke PBNU.
Ia menegaskan, “Jika penetapan tersangka tidak segera diumumkan, akan timbul kesan KPK sengaja mencoreng nama NU sebagai organisasi. Padahal, yang terlibat dugaan korupsi haji hanyalah segelintir oknum di PBNU yang menyalahgunakan nama besar NU demi keuntungan pribadi maupun kelompok.”
Meski begitu, Abdul menekankan bahwa para kiai NU tetap memberi dukungan penuh kepada KPK agar bisa menuntaskan kasus tersebut hingga tuntas, termasuk jika melibatkan tokoh PBNU.
Baca Juga:
PMI DKI Jakarta Pastikan Stok Darah Aman dengan Dukungan Pemprov dan Partisipasi Masyarakat
“Menelusuri aliran dana maupun memeriksa pejabat PBNU adalah bagian dari tugas KPK. Kami mendukung langkah itu dan siap mematuhi proses hukum,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK menyampaikan bahwa mereka bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri dugaan aliran dana dalam kasus kuota haji, termasuk yang terkait PBNU.
KPK menegaskan langkah tersebut bukan upaya menjatuhkan nama NU, melainkan menjalankan mandat untuk memulihkan potensi kerugian keuangan negara.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memulai penyidikan kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota dan pelaksanaan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024 pada 9 Agustus 2025.
Baca Juga:
KPK Ungkap Lobi dan Penyimpangan Kuota Haji 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi
Langkah tersebut diumumkan setelah KPK meminta keterangan mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, dua hari sebelumnya dalam rangka penyelidikan perkara yang sama.
Pada saat itu, KPK juga mengungkapkan tengah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dari kasus kuota haji.
Selanjutnya, pada 11 Agustus 2025, KPK menyampaikan hasil perhitungan awal yang menunjukkan kerugian negara lebih dari Rp1 triliun.
Selain itu, lembaga antirasuah tersebut juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut Cholil Qoumas.
Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI sebelumnya juga menemukan adanya kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Salah satu sorotan utama adalah pembagian tambahan kuota sebesar 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi, yang dibagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kebijakan ini diklaim untuk memaksimalkan serapan kuota tambahan.
Namun, cara pembagian tersebut tidak sejalan dengan ketentuan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang secara tegas mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen, sementara 92 persen sisanya diperuntukkan bagi haji reguler. (*/Zahra)