Nasional, gemasulawesi – Kejaksaan Agung telah mengeluarkan larangan bepergian ke luar negeri terhadap dua tokoh penting di PT Sugar Group Companies (SGC), yaitu Purwanti Lee Cauhoul dan Gunawan Yusuf, sejak April 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengungkapkan bahwa pelarangan bepergian ke luar negeri tersebut berkaitan dengan proses penyidikan perkara Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang turut melibatkan mantan pejabat Mahkamah Agung, Zarof Ricar.
"Berdasarkan keterangan dari tim penyidik, yang bersangkutan telah dicegah bepergian ke luar negeri dan beberapa hari lalu sudah dimintai keterangan sebagai saksi dalam perkara TPPU dengan tersangka Zarof Ricar," ujar Anang.
Secara terpisah, Plt Dirjen Imigrasi Yuldi Yusman mengonfirmasi bahwa pihaknya telah melakukan pencekalan terhadap Purwanti dan Gunawan.
Baca Juga:
Korem 132/Tadulako Resmi Beralih ke Kodam XXII/Mahawira, Peresmian Dijadwalkan 10 Agustus 2025
Tindakan tersebut dilakukan atas permintaan resmi dari Kejaksaan Agung, guna mendukung proses penyidikan yang tengah berjalan.
"Pelarangan ke luar negeri mulai diberlakukan sejak 23 April 2025 dan akan berlangsung hingga 23 Oktober 2025," ujar Yuldi.
Zarof Ricar sebelumnya mengakui pernah menerima uang senilai Rp50 miliar untuk mengurus perkara perdata yang berkaitan dengan sengketa gula Marubeni.
Dalam kesaksiannya sebagai saksi mahkota yang merangkap sebagai terdakwa dalam perkara dugaan pemufakatan jahat dan gratifikasi, ia menyebutkan bahwa uang tersebut diberikan agar Sugar Group Company memenangkan perkara tersebut.
Baca Juga:
Menteri ATR/BPN Nusron Wahid Kunjungi Sulut, Tegaskan Komitmen Layanan dan Kolaborasi Strategis
"Itu adalah jumlah terbesar yang pernah saya terima," kata Zarof saat memberikan kesaksian di Pengadilan Tipikor.
Meski begitu, Zarof mengaku tidak ingat apakah perusahaan yang memberinya uang itu merupakan pihak yang menggugat atau justru tergugat dalam perkara tersebut.
Ia juga tak bisa memastikan rentang waktu perkara tersebut berlangsung, namun mengingat peristiwa itu terjadi sekitar tahun 2016 hingga 2018.
Saat itu, Zarof merasa yakin perusahaan tersebut akan memenangkan proses kasasi di Mahkamah Agung, setelah melihat bagaimana riwayat perkaranya di tingkat sebelumnya.
Baca Juga:
Kunjungan Kenegaraan Prabowo ke Uni Eropa: Tonggak Baru Kemitraan Strategis Indonesia–UE
"Saya dengar perusahaan itu menang di pengadilan negeri dan juga di pengadilan tinggi. Jadi saya berasumsi bahwa di MA pun akan menang," ujarnya.
Dalam perkara dugaan suap dan gratifikasi, Zarof telah divonis bersalah.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjatuhkan hukuman 18 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar, yang jika tidak dibayar akan digantikan dengan pidana kurungan selama enam bulan.
Tak hanya itu, negara juga merampas uang Rp915 miliar serta 51 kilogram emas yang disita dari Zarof.
Selain kasus tersebut, Kejaksaan Agung juga menetapkan Zarof sebagai tersangka dalam perkara dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). (*/Zahra)