Nasional, gemasulawesi - Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya Sugiarto, menegaskan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi mengenai pemisahan antara pemilu nasional dan pemilu daerah akan menjadi acuan penting dalam proses perubahan Undang-Undang Pemilu.
Ia menyebutkan bahwa putusan MK tersebut akan dijadikan rujukan utama dalam revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang saat ini sedang dibahas.
“Sekarang kami sedang melakukan kajian, dan keputusan MK itu menjadi salah satu acuan yang sangat krusial bagi kami,” ujar Bima.
Ia menjelaskan bahwa pihak Kemendagri saat ini sedang melakukan kajian secara internal terkait revisi Undang-Undang Pemilu.
Baca Juga:
KPK Selidiki Dugaan Korupsi Kuota Haji Khusus, Soroti Pembagian Tambahan 20.000 Kuota
Kajian tersebut juga melibatkan kerja sama dengan sejumlah kementerian dan lembaga lain, termasuk Bappenas dan DPR RI.
Bima menekankan bahwa perubahan terhadap UU Pemilu tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa. Menurutnya, proses tersebut perlu dikaji secara mendalam dan melibatkan berbagai pihak agar hasilnya benar-benar matang.
Ia juga menambahkan, hal terpenting saat ini adalah memastikan bahwa putusan MK selaras dengan UUD 1945.
“Kita perlu benar-benar mengeceknya agar tidak menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari, seperti berpotensi digugat kembali,” ujarnya.
Baca Juga:
Komisi III DPR Pastikan Pembahasan RUU KUHAP Terbuka dan Terima Aspirasi Publik
Bima menjelaskan bahwa ada beberapa poin penting yang menjadi fokus dalam revisi, seperti bentuk keserentakan pemilu, masa transisi pemerintahan, serta struktur penyelenggara pemilu.
Ia mengungkapkan, “Yang pertama soal keserentakan apakah akan tetap digelar bersamaan seperti sebelumnya? Atau dipisah lagi? Lalu apakah pilkada tetap dilaksanakan secara langsung oleh rakyat, atau dikembalikan ke sistem pemilihan lewat DPRD? Kemudian juga menyangkut penyelenggara pemilu, apakah ke depan akan bersifat permanen atau tetap bersifat ad hoc?”
Tak hanya itu, Bima menambahkan bahwa pelembagaan partai politik juga menjadi bagian dari pembenahan yang direncanakan.
“Hal-hal seperti praktik politik uang, sumber pendanaan partai, itu juga harus dikaji secara serius. Tujuannya jelas, agar sistem politik kita bisa benar-benar mencerminkan suara masyarakat secara luas, bukan hanya dikuasai kelompok-kelompok tertentu. Kita ingin sistem yang terbuka dan inklusif,” jelasnya.
Baca Juga:
Gubernur Pramono Dorong Pembangunan Jakarta Lewat Kolaborasi dan Revitalisasi Tanpa Andalkan APBD
Terkait masa transisi pasca Pemilu 2029, Bima menegaskan bahwa desain konstitusional yang akan diambil harus memastikan roda pemerintahan dan pelayanan publik tetap berjalan lancar dan tidak terganggu oleh dinamika politik.
Pelayanan publik dan jalannya pemerintahan harus tetap berlangsung tanpa hambatan.
Namun, masih dibahas bagaimana skema terbaik yang akan diterapkan apakah melalui pengangkatan penjabat kepala daerah atau dengan memperpanjang masa jabatan yang ada.
Kedua opsi itu kini tengah dikaji lebih lanjut.
Baca Juga:
TNI-Polri Perketat Keamanan Intan Jaya Usai Aksi Penembakan di Bandara Sugapa
Dalam proses revisi undang-undang, ruang partisipasi masyarakat juga akan dibuka seluas mungkin.
Tujuannya agar publik bisa memberikan pandangan serta memahami isi perubahan secara lebih utuh.
Untuk itu, jajaran Kemendagri aktif melakukan kunjungan ke berbagai kampus dan pemerintah daerah.
Langkah ini dilakukan guna menyerap aspirasi masyarakat sekaligus menyampaikan perkembangan terbaru secara langsung.
Baca Juga:
Putusan Banding Kasus Narkoba Eks Anggota Satresnarkoba Barelang Ditunda, Sidang Lanjut Akhir Juli
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi lewat Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu daerah secara konstitusional harus dilaksanakan dua hingga dua setengah tahun setelah selesainya pemilu nasional.
Pemilu daerah mencakup pemilihan anggota DPRD di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota, serta pemilihan kepala daerah dan wakilnya.
Sedangkan pemilu nasional melibatkan pemilihan anggota DPR RI, DPD RI, serta presiden dan wakil presiden.
MK menegaskan bahwa pemilu nasional dianggap tuntas ketika seluruh anggota legislatif dan presiden/wakil presiden terpilih resmi dilantik.
Baca Juga:
Korem 132/Tadulako Resmi Beralih ke Kodam XXII/Mahawira, Peresmian Dijadwalkan 10 Agustus 2025
Melalui putusannya, Mahkamah Konstitusi meminta pembentuk undang-undang untuk menyusun pengaturan baru yang bersifat konstitusional terkait masa transisi jabatan kepala daerah, wakil kepala daerah, serta anggota DPRD.
Langkah ini diperlukan karena hasil Pemilu 2024 tetap berlaku, sementara ketentuan baru dari putusan tersebut langsung diterapkan untuk pelaksanaan Pemilu 2029. (*/Zahra)