Internasional, gemasulawesi - Salah satu profesor atau pakar di Universitas Colorado Boulder, Nabil Echchaibi, menyatakan orang-orang Palestina telah menulis dan menyuarakan kepada publik dunia selama bertahun-tahun.
Rakyat Palestina itu melakukannya dengan berbagai cara, yakni misalnya dengan kata-kata, lirik, prosa, syair, ataupun juga keheningan, darah mereka sendiri dan anggota tubuh mereka.
Namun, dikatakan Nabil Echchaibi, apapun narasi orang-orang Palestina, betapapun fasihnya mereka, atau lembut, marah atau menyedihkannya apa yang harus mereka jalani, semuanya tetap mustahil.
Nabil Echchaibi mengungkapkan ketika bom menghujani Palestina, membunuh dan melukai belasan ribu warga sipil serta membuat lebih dari 1 juta rakyat Palestina mengungsi dan meninggalkan kampung halaman mereka, bagaimana seseorang dapat menulis dan memberitahu dunia tentang penderitaan orang Palestina atau air mata orang Palestina?
“Dalam bahasa apa di dunia ini penderitaan yang mereka alami selama ini dapat dipahami?” tanyanya.
Nabil Echchaibi menuturkan dalam bahasa Arab, penderitaan orang Palestina tidak perlu diterjemahkan atau diartikan dalam bahasa apapun.
Baca Juga: Lama Dijajah, Apa Arti dari Terowongan Hamas di Jalur Gaza dan Sandera untuk Rakyat Palestina?
“Karena itu mendalam dan menusuk,” katanya.
Nabil Echchaibi mencontohkan ketika adegan dari liputan langsung dari saluran TV Palestina ketika reporter Salman Al-Bashir mogok saat dia harus menyampaikan berita meninggalnya rekannya yang selama ini bergelut di bidang yang sama, Mohammed Abu Hatab,
Selain itu, seluruh keluarganya juga ikut meninggal dalam pemboman di Gaza.
Al-Bashir saat itu mengungkapkan jika satu-satunya perbedaan antara kami dan mereka yang telah meninggal hanyalah masalah waktu.
Nabil Echchaibi mengutarakan harapannya agar semua orang memahami dan mengerti bahasa Arab yang menjadi bahasa ibu Palestina untuk merasakan rasa sakit dalam kata-kata reporter Salman Al-Bashir.
Selain itu juga agar dapat terhubung dengan kesedihan dalam suara pembawa acara studio saat dia menangis di latar belakang.
Menurut Nabil Echchaibi, jika dalam bahasa Inggris, siksaan Salman Al-Bashir disambut dengan pertanyaan dari orang-orang tertentu ataupun kecurigaan atau seruan menyalahkan diri sendiri.
“Sementara narasi ini mendapatkan paduan suara yang lembut dalam bahasa Arab,” tandasnya.
Nabil Echchaibi menyebutkan jika dalam bahasa Inggris, hal ini dianggap hanya sekedar informasi yang harus diverifikasi dan dibuktikan tanpa henti agar dunia percaya.
Meskipun menurutnya terdapat banyak bukti yang berterbaran di luar sana dan juga mengerikan mengenai ribuan anak yang sengaja dibunuh Israel, puluhan jurnalis yang menjadi sasaran, rumah sakit dan sekolah yang dibom dan banyak rumah yang hancur.
“Palestina adalah narasi dimana publik dunia mungkin mendengarnya sebagai kebisingan, sebagai sekedar informasi, namun kami mendengarnya sebagai kesaksian yang fasih akan ketekunan,” jelasnya.
Nabil Echchaibi menyampaikan jika ini seperti yang dikatakan oleh penyair Fady Joudah, yakni ‘saya tinggal di Palestina dalam bahasa Inggris, tapi di hatiku Palestina adalah Arab dan Palestina dalam bahasa Arab tidak perlu menjelaskannya sendiri’. (*/Mey)