Internasional, gemasulawesi – Salah satu pakar, Yvonne Ridley, menyatakan jika hanya barbarisme dan kebiadaban yang mengakhiri pendudukan brutal Prancis di Aljazair selama 132 tahun dan kekuatan penghancur yang sama juga akan mengakhiri perang Israel melawan warga Palestina di Gaza.
Yvonne Ridley menambahkan jika saat ini Israel jelas tidak belajar apapun dari pendudukan Prancis di Aljazair yang berlumuran darah.
Yvonne Ridley melanjutkan seperti perjuangan pembebasan Palestina dari kekuasaan Zionis yang sedang berlangsung, sejarah masih harus banyak menulis tentang kekejaman yang dilakukan oleh penjajah Prancis di Aljazair selama pendudukan mereka dari tahun 1830 hingga 1962.
Diketahui jika setidaknya 5 juta orang terbunuh dan ratusan ribu lainnya terluka dalam serangan tersebut.
“Saya sekarang bertanya-tanya apakah Gaza telah mencapai ‘momen Aljazair’ dalam konflik yang telah berlangsung selama 75 tahun yang pada akhirnya menciptakan kondisi untuk tanggal 7 Oktober 2023,” katanya.
Ridley menuturkan jika apa yang disebut dengan ‘perang melawan teror’ menghancurkan penghormatan terhadap hak asasi manusia, hukum internasional serta konvensi Jenewa dan Wina.
Baca Juga: Bencana Hingga Genosida, Ini yang Akan Terjadi Jika Topeng Demokrasi Penjajah Israel Terbongkar
“Yang sangat memalukan adalah negara-negara Eropa mengabaikan hal ini ketika badan intelijen AS memasang situs hitam untuk tahanan hantu dan menyiksa mereka dalam skala industri,” ujarnya.
Dia menyebutkan telah melihat pekerjaan yang dilakukan oleh Hamas di Gaza.
“Sayap militernya muncul setelah badan sosial, politik dan kesejahteraannya dibentuk,” jelasnya.
Baca Juga: Perang Masih Belum Berakhir, Wanita Hamil di Palestina Menghadapi Mimpi Buruk Ganda
Yvonne Ridley membeberkana jika publik hanya perlu berada disana selama beberapa hari untuk memahami cara kerja negara tersebut dan bahwa mereka tidak dapat berjalan tanpa Hamas.
“Di Gaza, masyarakat dan politisi sama-sama menderita karena kekurangan pangan, kekurangan obat-obatan dan kesulitan sehari-harinya,” ucapnya.
Ridley menerangkan jika rasa sakit karena kehilangan mungkin dirasakan lebih parah di kalangan Brigade Al Qassam yang 85% diantaranya adalah anak yatim piatu.
Baca Juga: Genosida, Pakar Sebut Propaganda Penjajah Israel Tidak Dapat Mengabaikan Kenyataan Pahit Nakba
“Israel tahu jika para penyintas tidak akan pernah memaafkan atau melupakan apa yang telah dilakukan negara Zionis terhadap mereka atau keluarga mereka selama beberapa dekade,” tandasnya. (*/Mey)