Daerah, gemasulawesi - Hevearita Gunaryanti Rahayu, mantan Wali Kota Semarang yang dikenal dengan panggilan Mbak Ita, menerima vonis hukuman penjara selama lima tahun.
Putusan ini terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang.
Perkara tersebut mencakup kegiatan yang berlangsung pada periode 2022 hingga 2024.
Hakim Ketua Gatot Sarwadi membacakan putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Rabu, dengan hukuman lebih ringan dibanding tuntutan jaksa.
Baca Juga:
Ketua Gapoktan Cianjur Ditangkap, Diduga Jual Traktor Bantuan Pemerintah
Jaksa sebelumnya menuntut mantan Wali Kota Semarang itu dengan hukuman enam tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Mbak Ita juga dikenai denda sebesar Rp300 juta. Jika denda tidak dibayarkan, diganti dengan kurungan selama empat bulan.
Dalam kasus yang sama, hakim menjatuhkan hukuman tujuh tahun penjara kepada Alwin Basri, suami Mbak Ita, yang saat peristiwa korupsi berlangsung menjabat Ketua Komisi C DPRD Provinsi Jawa Tengah.
Hakim Ketua menyatakan, “Para terdakwa terbukti bersalah sebagai dakwaan pertama kesatu, dakwaan kedua, dan dakwaan ketiga.”
Dalam dakwaan pertama, terdakwa dinyatakan melanggar ketentuan Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.
Peraturan tersebut telah diubah melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Kedua undang-undang ini mengatur tentang pemberantasan tindak pidana korupsi.
Dalam dakwaan pertama itu, mantan Wali Kota Semarang bersama suaminya, Alwin Basri, dinyatakan terbukti menerima suap dari Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono, senilai Rp2 miliar, serta dari Direktur PT Deka Sari Perkasa, Rachmat P. Jangkar, senilai Rp1,75 miliar.
Baca Juga:
KLH Tegaskan Penutupan PT GRS Akibat Pelanggaran dan Pencemaran Lingkungan di Serang
Suap dari Martono diterima terdakwa pada Desember 2022 dan Januari 2023, terkait jabatannya yang memudahkan perolehan proyek selama 2023–2024.
Sementara itu, hadiah Rp1,75 miliar dari Rachmat P. Jangkar belum sempat diterima dan terkait proyek pengadaan meja dan kursi sekolah dasar pada Perubahan APBD 2023.
Dalam dakwaan kedua, Mbak Ita dan Alwin Basri dinyatakan melanggar Pasal 12 huruf f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Keduanya terbukti menerima tambahan dana operasional yang bersumber dari iuran pegawai Badan Pendapatan Daerah Kota Semarang, dengan total Rp3,083 miliar, di mana Mbak Ita menerima Rp1,883 miliar dan Alwin Basri Rp1,2 miliar.
Rincian pemberian uang kepada Mbak Ita meliputi Rp300 juta tiap tiga bulan, Rp222 juta untuk hadiah lomba “Nasi Goreng Khas Mbak Ita”, serta Rp161 juta untuk membayar penyanyi Denny Caknan.
Uang yang diterima Alwin Basri disalurkan dalam beberapa tahap, dengan nominal masing-masing berkisar antara Rp200 juta hingga Rp300 juta.
Sementara itu, pada dakwaan ketiga, keduanya terbukti melanggar Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Mbak Ita bersama Alwin Basri dinyatakan menerima gratifikasi sejumlah Rp2 miliar dari Martono, yang menjabat sebagai Ketua Gapensi Semarang.
Uang itu merupakan fee 13 persen dari proyek penunjukan langsung di kecamatan, yang berasal dari pelaksana proyek Gapensi Semarang.
Martono menyerahkan gratifikasi tersebut melalui Alwin Basri pada Juni dan Juli 2023.
“Para terdakwa tidak melaporkan penerimaan gratifikasi itu ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam jangka waktu 30 hari sebagaimana diatur undang-undang,” kata Hakim Ketua.
Hakim juga menetapkan hukuman tambahan berupa uang pengganti kerugian negara sebesar Rp683 juta untuk Mbak Ita dan Rp4 miliar untuk Alwin Basri, yang bila tidak dibayarkan diganti dengan kurungan enam bulan.
Baca Juga:
Eks Stafsus Menag Diperiksa KPK dalam Kasus Kuota Haji 2023–2024
Atas putusan ini, jaksa penuntut umum maupun kedua terdakwa diberikan waktu untuk pikir-pikir. (*/Zahra)