Internasional, gemasulawesi – Menurut laporan, setidaknya 2 orang anak tewas dalam serangan udara yang dilakukan oleh pasukan penjajah Israel yang terjadi di Rafah, Jalur Gaza bagian selatan.
Serangan tersebut terjadi pada tanggal 30 April 2024 waktu Palestina dan menghantam sebuah rumah yang berada di lingkungan Shaboura, serta menewaskan 2 anak yang merupakan saudara kandung.
Kedua anak Palestina tersebut diidentifikasi sebagai Kareem Amer Jaradeh dan Mona, yang merupakan saudara perempuannya.
Laporan yang sama menyampaikan jika sejumlah orang lainnya terluka dalam serangan tersebut.
“Mereka yang terluka serta jenazah kedua anak itu telah dibawa ke RS Kuwait di Rafah,” kata salah satu sumber yang tidak disebutkan namanya.
Sebelumnya, Perdana Menteri penjajah Israel, Benjamin Netanyahu, di hari yang sama bersumpah jika invasi darat besar-besaran ke Rafah akan segera terjadi.
Di sisi lain, Kepala Bantuan PBB, Martin Griffiths, telah memperingatkan jika invasi darat penjajah Israel ke Rafah akan segera terjadi, meskipun ada seruan global agar penjajah Israel tidak menyerang kota yang berada di paling selatan di Jalur Gaza tersebut.
“Perbaikan akses bantuan kemanusiaan penjajah Israel di Jalur Gaza tidak dapat digunakan untuk mempersiapkan atau membenarkan serangan militer besar-besaran di Rafah,” ujarnya.
Di pihak lain, Kepala WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus, menyampaikan jika tim WHO sangat memerlukan akses yang berkelanjutan, tanpa hambatan dan aman di Jalur Gaza.
“Kami membutuhkan gencatan senjata, dimana di Jalur Gaza terjadi kelaparan akibat ulah manusiadan blokade bantuan serta layanan kemanusiaan yang dilakukan oleh pasukan penjajah Israel meningkatkan risiko epidemi yang dapat berakibat fatal untuk warga Palestina,” tegasnya.
Louise Wateridge, seorang anggota staf UNRWA, memaparkan jika dahulu setikdanya 300.000 anak di Jalur Gaza menerima pendidikan di sekolah-sekolah milik UNRWA di seluruh Jalur Gaza.
“Setelah lebih dari 6 bulan perang berlangsung, sekolah-sekolah ini sekarang digunakan sebagai tempat penampungan darurat yang menampung ratusan keluarga pengungsi,” tuturnya.
Dia menambahkan jika pendidikan telah digantikan oleh rasa takut dan kehilangan.
“Tidak ada masa kanak-kanak di Jalur Gaza,” ucapnya. (*/Mey)