Internasional, gemasulawesi – Masyarakat Tahanan Palestina mengungkapkan jika setidaknya 25 orang warga Palestina telah ditangkap oleh pasukan penjajah Israel dalam 24 jam terakhir kemarin di Tepi Barat.
Menurut Masyarakat Tahanan Palestina, penangkapan tersebut terjadi dalam penggerebekan yang dilakukan pasukan penjajah Israel di kegubernuran Hebron, Ramallah dan el-Bireh,
“Pasukan penjajah Israel juga melakukan penangkapan di Betlehem, Tulkarem dan Qalqilya,” kata mereka.
Baca Juga:
Mayoritas Tewas di Khan Younis, Militer Penjajah Israel Klaim Bunuh Lebih dari 20 Pejuang Hamas
Lebih lanjut, Masyarakat Tahanan Palestina mengatakan jika jumlah total penangkapan yang dilakukan penjajah Israel sejak tanggal 7 Oktober 2023 kini mencapai 7.450 orang.
Sementara itu, seorang perwakilan WHO untuk Jalur Gaza dan Tepi Barat, Dr Richard Peeperkorn, menyebutkan jika lebih dari 8.000 orang perlu dirujuk ke luar Jalur Gaza untuk mendapatkan perawatan medis.
“Sekitar 6.000 orang perlu dirujuk karena cedera dan penyakit yang berhubungan dengan perang dan 2.000 lainnya adalah pasien yang memerlukan perawatan kanker serta penyakit kronis serius lainnya,” ucapnya.
Menurut Peeperkorn, 6.000 orang tersebut termasuk dengan pasien yang menderita beberapa luka trauma.
“Memindahkan pasien-pasien tersebut keluar Jalur Gaza akan meringankan beban para petugas medis dan rumah sakit yang berjuang untuk tetap berfungsi di saat perang seperti sekarang,” ungkapnya.
Laporan lainnya menyatakan jika seorang remaja Palestina yang terluka parah pada pekan lalu setelah ditembak oleh pasukan penjajah Israel di Tepi Barat telah meninggal.
Remaja tersebut, yang diketahui bernama Nooruddin Ibrahim Yasin, yang masih berusia 18 tahun, dinyatakan meninggal karena luka tembak serius di kepala.
Nooruddin sendiri berasal dari sebuah desa di timur laut di Jenin, Tepi Barat.
Sumber lokal yang tidak disebutkan namanya mengatakan jika pembunuhan remaja tersebut menambah jumlah korban tewas akibat serangan penjajah Israel di Tepi Barat menjadi 423 orang.
Sementara itu, dilaporkan jika pemerintah Kanada memutuskan untuk melanjutkan pendanaan untuk UNRWA.
Disebutkan jika Kanada memutuskan hal tersebut setelah melihat laporan sementara yang meneliti klaim penjajah Israel jika sekitar selusin staf UNRWA terlibat dalam Operasi Banjir Al-Aqsa. (*/Mey)