Internasional, gemasulawesi – Militer penjajah Israel menyampaikan jika pasukannya membunuh lebih dari 20 pejuang Hamas dalam 24 jam terakhir kemarin.
Lebih lanjut, militer penjajah Israel mengatakan jika mayoritas pejuang Hamas tewas di Khan Younis, termasuk 15 orang akibat 1 serangan udara.
Dalam pernyataannya, militer penjajah Israel menyebutkan jika sebuah jet tempur juga menewaskan 2 pejuang di sebuah kompleks militer yang berada di Beit Hanoon, di timur laut Jalur Gaza.
“Diantara anggota Hamas yang tewas adalah 2 orang yang ikut serta di Operasi Banjir Al-Aqsa,” ujar mereka.
Sementara itu, kantor berita Palestina melaporkan jika serangan terbaru penjajah Israel di Khan Younis, Deir el-Balah dan seluruh Jalur Gaza bagian tengah telah menewaskan banyak warga sipil.
Di sisi lain, seorang asisten profesor politik di Universitas Qatar, Luciano Zaccara, menyebutkan jika pergeseran opini publik di Amerika Serikat dan Eropa mengenai perang di Jalur Gaza dapat mendorong para pemimpin politik di Barat untuk melakukan lobi yang lebih agresif demi syarat gencatan senjata.
“Dan juga untuk lebih banyaknya bantuan ke Jalur Gaza,” katanya.
Zaccara menambahkan jika sejumlah besar pemilih utama Partai Demokrat Amerika Serikat yang memilih untuk tidak berkomitmen sebagai protes terhadap kebijakan Biden yang pro penjajah Israel, menunjukkan jika para pemilih berpikir lebih banyak lagi tentang perilaku kebijakan luar negeri negara mereka.
“Itu juga bersamaan dengan kemenangan George Galloway dalam pemilu parlemen Inggris dengan platform pro-Gaza,” ucapnya.
Dia mengungkapkan meskipun ada indikasi jika para pemimpin Amerika Serikat dan Inggris merespons trend ini dan juga bersikap lebih tegas kepada penjajah Israel mengenai perlunya gencatan senjata, masih harus dilihat dampak nyata apa yang akan terjadi jika para pejabat penjajah Israel tetap mempertahankannya.
Di sisi lain, perang yang hingga kini masih belum berhenti di Jalur Gaza telah menyebabkan lebih dari 30.000 rakyat Palestina meninggal dunia dan puluhan ribu lainnya terluka.
Sementara itu, jutaan warga Palestina lainnya harus menghadapi krisis kemanusiaan, termasuk makanan dan obat-obatan. (*/Mey)