Internasional, gemasulawesi - Sekelompok kecil pejuang muda Palestina berkumpul di gangnya di sekitar kamp pengungsi Nur Shams yang berada di Tepi Barat utara.
Salah satu ibu Palestina, Maysa, menyatakan jika mereka adalah putra-putra rakyat Palestina dan yang diinginkan oleh para pejuang muda Palestina it adalah kehidupan yang bermartabat.
Maysa menegaskan bahwa para pejuang muda Palestina itu tidak memiliki pilihan lain selain mengangkat senjata melawan Israel.
Baca Juga: Dibombardir, Ini Alasan Kenapa Penjajah Israel Menargetkan Kamp Pengungsi Jabalia
“Karena tidak ada lagi lahan yang tersisa, pendudukan yang dilakukan Israel telah merampas segalanya,” katanya.
Disebutkan jika para pejuang yang berada di kamp pengungsi Nur Shams merupakan bagian dari fenomena yang kini meluas dari kebangkitan kembali perlawanan bersenjata Palestina.
Dilaporkan ini dimulai di kamp pengungsi Jenin yang terjadi lebih dari 2 tahun yang lalu di tahun 2021.
‘Wabah’ tersebut akhirnya menyebar ke Tulkarem, Jericho dan Nablus serta tempat-tempat lainnya dengan pusatnya yang berada di wilayah utara.
Perkembangan yang terjadi menunjukkan kelompok bersenjata muncul dengan anggota yang terdiri dari laki-laki muda usia 17 hingga 35 tahun, namun dengan mayoritas berusia awal 20-an.
Dengan kemampuannya yang terbatas, mereka akan berfokus pada pertahanan selama serangan militer Israel di kamp-kamp dan juga melakukan serangan ke pos pemeriksaan milik Israel serta pemukiman ilegal.
“Itu merupakan hak kami untuk membela diri,” kata salah satu pejuang, Ziad, yang namanya disamarkan demi keamanan.
Ziad merupakan pemimpin senior Brigade Tulkarem.
Dia menegaskan agresi yang dilakukan Israel ini hanya mendorong lebih banyak orang atau rakyat Palestina untuk bergabung dalam perlawanan.
Salah satu warga, Mehraj Shehadeh yang merupakan ayah dari pejuanag senior Jihad yang namanya juga disamarkan untuk keamanan, yang terbunuh di tanggal 6 November 2023 menggambarkan para pejuang Palestina itu sebagai sekolah.
“Jika mereka memiliki 30 peluru, mereka akan membaginya satu sama lain,” ucapnya.
Di kamp pengungsi tersebut, para pejuang diketahui mulai berkumpul setelah salah satu warga, Saif Abu Libdeh, dibunuh oleh militer Israel di tanggal 2 April 2022 lalu. (*/Mey)