Nasional, gemasulawesi - Pihak Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap praktik pemalsuan data pribadi yang terjadi lewat penjualan kartu perdana ponsel.
"Ada empat orang yang kami tangkap dalam kasus ini, yaitu IER (51), KK (62), F (46), dan FRR (30)," ujar AKBP Fian Yunus, Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya.
Kasus ini mulai terungkap pada Sabtu (12/7), ketika Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menerima laporan dari masyarakat, yang kemudian ditindaklanjuti melalui patroli dunia maya.
Dalam proses tersebut, petugas menemukan sebuah akun LinkedIn yang menggunakan identitas milik orang lain.
Baca Juga:
Pemerintah Tegaskan Tidak Ada Penyerahan Data Pribadi ke AS dalam Kesepakatan Dagang
“Dari hasil informasi itu, kami lakukan penyelidikan dan mendapati seseorang yang memakai nomor serta akun WhatsApp 08773706xxxx, lalu mengaku sebagai kerabat dari pemilik data yang digunakan dalam akun LinkedIn tersebut,” ujarnya.
Selanjutnya, penyelidikan lebih lanjut menemukan adanya nomor-nomor lain yang dipakai pelaku, yakni 08572422xxxx dan 08382281xxxx, yang juga didaftarkan menggunakan data pribadi orang lain.
Dalam perkara ini, masing-masing tersangka menjalankan modus yang berbeda.
Tersangka IER, misalnya, memakai nomor dari kartu SIM yang sudah diregistrasi menggunakan identitas orang lain untuk membuat akun WhatsApp.
Setelah itu, ia mengirim pesan dan berpura-pura sebagai anggota keluarga dari pemilik identitas tersebut.
Sementara itu, tersangka KK diduga sengaja menjual kartu SIM yang sudah teregistrasi karena mengetahui bahwa banyak konsumen lebih menyukai kartu siap pakai dibandingkan yang masih kosong.
Oleh sebab itu, ia memilih untuk menawarkan kartu yang telah aktif.
Tersangka F diketahui menjual kartu-kartu yang sudah teregistrasi tersebut kepada tersangka KK.
Hal ini dilakukannya karena permintaan dari pemilik konter ponsel cukup tinggi terhadap kartu siap pakai, sehingga ia ikut menyediakan barang tersebut.
Adapun tersangka FRR diduga mencari dan mengoleksi data pribadi seperti NIK dan KK dari orang lain karena banyaknya permintaan terhadap kartu SIM yang sudah teregistrasi.
Tersangka FRR mendapatkan data NIK melalui pencarian di mesin Google, lalu memakai data tersebut untuk registrasi kartu SIM yang ia perjualbelikan.
Ia juga mengirimkan kumpulan data NIK dan KK kepada tersangka F dan memperoleh bayaran sebesar Rp50 ribu untuk setiap 100 data yang dikirimkan.
Baca Juga:
BMKG Imbau Waspada Usai 113 Gempa Susulan Guncang Poso
Polisi menyita sejumlah barang bukti, termasuk lima unit ponsel, 154 kartu SIM yang telah terdaftar, satu CPU, serta beberapa bukti transaksi pembayaran.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 51 Ayat (1) juncto Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024, dan juga Pasal 67 ayat (3) junto dengan Pasal 65 ayat (3) dalam Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 mengenai Perlindungan Data Pribadi.
“Ancaman hukumannya maksimal 12 tahun penjara dan/atau denda hingga Rp12 miliar,” ujar Fian. (*/Zahra)