Nasional, gemasulawesi - Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menyoroti rencana Presiden RI Prabowo Subianto yang ingin membangun penjara khusus bagi koruptor di pulau terpencil.
Rencana membangun penjara khusus untuk para koruptor tersebut diungkapkan Prabowo saat meluncurkan tunjangan guru ASN daerah di Jakarta, pada Kamis, 13 Maret 2025.
Dalam pidatonya, Prabowo menyatakan keinginannya untuk memastikan bahwa Indonesia tidak menjadi tempat yang nyaman bagi para koruptor.
Oleh karena itu, ia berencana membangun fasilitas penjara yang dirancang khusus agar para koruptor tidak memiliki kebebasan bergerak, apalagi melarikan diri. Ia menegaskan bahwa penjara tersebut akan dibangun dengan sistem keamanan yang kokoh dan berlokasi di daerah terpencil.
"Nanti akan sisihkan dana, saya akan bikin penjara yang sangat, pokoknya sangat kokoh, di suatu tempat, yang terpencil, mereka (koruptor) nggak bisa keluar malam hari," kata Presiden Prabowo.
Menanggapi pernyataan tersebut, Bivitri Susanti menilai rencana tersebut terdengar sangat bombastis. Ia mengungkapkan pandangannya melalui akun X resminya @BivitriS pada Jumat, 14 Maret 2025.
Dalam cuitannya, Bivitri menilai bahwa jika pemerintah benar-benar serius ingin memberantas korupsi, seharusnya langkah yang diambil tidak perlu bersifat sensasional.
Menurutnya, ada cara yang lebih efektif untuk menangani korupsi, yakni dengan segera menyelesaikan Undang-Undang Perampasan Aset serta mengembalikan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti sediakala.
Selain itu, Bivitri juga meragukan realisasi pembangunan penjara tersebut. Ia mempertanyakan sumber dana yang akan digunakan, mengingat pemerintah saat ini tengah melakukan efisiensi anggaran di berbagai sektor.
Dalam situasi tersebut, ia merasa skeptis bahwa anggaran yang besar akan dialokasikan untuk membangun penjara khusus bagi koruptor.
"Bombastis bener. Padahal kalau memang mau, segera tuh UU perampasan aset, KPK dibalikin. Penjara khusus, penjara biasanya aja begitu. Lagipula, uangnya ada?" tulis Bivitri dalam cuitannya.
Pernyataan Bivitri mencerminkan kekhawatiran banyak pihak mengenai efektivitas kebijakan yang lebih menitikberatkan pada aspek simbolis dibandingkan solusi hukum yang nyata.
Beberapa kalangan menilai bahwa memberantas korupsi tidak cukup hanya dengan membangun penjara, tetapi harus disertai dengan reformasi hukum yang tegas dan perbaikan sistem pengawasan terhadap pejabat publik. (*/Risco)