Nasional, gemasulawesi - Kasus tabrakan yang melibatkan mobil Toyota Fortuner dengan pelat dinas Mabes TNI telah menjadi perhatian publik setelah viral di media sosial.
Peristiwa tersebut bermula saat mobil Fortuner dengan plat palsu terlihat bersikap arogan dan menyerempet mobil lain di Tol Jakarta-Cikampek (Japek).
Akibatnya, pengendara yang mobilnya ditabrak melaporkan kejadian tersebut ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/115/IV/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal 16 April 2024.
Pelapor diketahui bernama Marcellina Irianti Deca, sementara terlapor masih dalam proses penyelidikan.
Kuasa hukum korban, Paulinus Dugis, menjelaskan bahwa pelaporan tersebut tidak dilakukan tanpa alasan.
Sopir Fortuner hingga saat ini tidak menunjukkan iktikad baik terkait peristiwa tersebut, sehingga pihak korban meminta kepolisian untuk menindaklanjuti laporan tersebut.
Paulinus menekankan bahwa klien mereka tidak ingin memproses kasus tersebut lebih jauh sebelum ada iktikad baik dari terlapor.
Namun, ketidakmunculan iktikad baik dari pihak terlapor membuat keputusan untuk melanjutkan proses hukum menjadi penting.
"Kenapa kita dari kemarin tidak segera membuat laporan, saya tegaskan sekali lagi ya, hal ini dikarenakan sebenarnya kami masih menunggu iktikad baik dari pada yang bersangkutan," kata pengacara korban kepada wartawan.
Sang sopir Fortuner juga disebut melakukan intimidasi terhadap klien korban dengan mengaku sebagai adik dari seorang Jenderal TNI dan memanfaatkan pelat dinas palsu.
Hal ini menyebabkan ketakutan bagi klien, terutama saat sopir tersebut mengklaim kedekatannya dengan seorang jenderal.
"Makanya kan kenapa klien kami merasa takut saat itu, ya karena oknum tersebut itu mengklaim bahwa kakaknya merupakan seorang Jenderal," jelas Paulinus.
Baca Juga:
Akan Bertemu dengan Presiden Jokowi, CEO Apple Tim Cook Dikabarkan Telah Tiba di Istana Negara
Marcellina Deca, korban dalam kejadian tersebut, menjelaskan bahwa insiden tabrakan terjadi saat mobil yang ditumpanginya sedang mengantre masuk ke rest area KM 57 Tol Japek.
Namun, mobil Fortuner tiba-tiba berbelok ke kanan dan menyerempet mobilnya.
Setelah insiden, Marcellina mencoba berkomunikasi dengan sopir Fortuner, namun justru mendapat reaksi tidak terima dan intimidasi dari sopir tersebut.
Hal ini membuat keluarga dan anak-anak yang ada di dalam mobil merasa terkejut dan takut.
Sopir Fortuner, setelah awalnya sepakat untuk bertanggung jawab dan mediasi, tiba-tiba mengubah sikap dan melarikan diri dari lokasi kejadian.
Karena itu, Paulinus menyatakan bahwa kliennya melaporkan sang sopir dengan pasal 170 KUHP tentang kekerasan terhadap orang dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun penjara.
Kejadian ini mencerminkan pentingnya penegakan hukum yang adil dan responsif terhadap pelanggaran aturan lalu lintas dan intimidasi.
Melalui tindakan hukum yang diambil oleh pihak korban, diharapkan kejadian serupa dapat dicegah di masa mendatang dan memberikan efek jera bagi pelaku serta masyarakat untuk menghormati aturan dan menghindari tindakan yang merugikan orang lain. (*/Shofia)