Internasional, gemasulawesi – Pelapor PBB untuk wilayah Palestina, Fransesca Albanese, menyatakan jika perang penjajah Israel di Jalur Gaza harus dihentikan sekarang.
Fransesca Albanese menyampaikan bahwa ini tidak dimulai pada tanggal 7 Oktober 2023 yang diketahui merupakan hari pertama dimulainya perang.
“Warga Palestina telah mengalami setengah abad keditaktoran militer yang rakus di wilayah mereka,” katanya.
Fransesca Albanese juga menyoroti lebih dari 5.000 warga Palestina yang tewas di Jalur Gaza dalam 5 perang terpisah sejak tahun 2008.
Menurutnya, itu belum termasuk dengan pemusnahan massal, pencacatan dan penangkapan serta penahanan sewenang-wenang.
“Juga termasuk dengan penghancuran rumah, pemindahan paksa dan kengerian lain yang tidak terhitung jumlahnya,” ujarnya.
Di sisi lain, salah satu pejabat Hamas, Izzat al-Risheq, menyatakan penjajah Israel menggunakan perundingan gencatan senjata sebagai kedok untuk menyerang Rafah dan menduduki persimpangannya dengan Mesir.
Al-Risheq, yang merupakan anggota biro politik Hamas, mengatakan Benjamin Netanyahu mencoba untuk menciptakan alasan untuk menghindari negosiasi dan menyalahkan Hamas dan para mediator.
“Penerimaan Hamas terhadap usulan mediator membingungkan Benjamin Netanyahu dan menempatkannya dalam masalah,” ucapnya.
Dia menegaskan Hamas tetap berpegang pada pendiriannya yang disampaikan kepada para mediator.
Diketahui jika pada awal pekan ini, Hamas menyampaikan pihaknya menerima rancangan kesepakatan gencatan senjata yang diajukan oleh Qatar dan Mesir yang akan meliputi pembebasan tawanan penjajah Israel dan sejumlah tahanan Palestina.
Rancangan kesepakatan itu juga mencakup berakhirnya perang dalam 3 fase.
William Burns, yang merupakan Direktur CIA, telah berada di wilayah tersebut untuk menyelesaikan perjanjian itu.
Penjajah Israel menolak usulan yang disetujui Hamas, namun, mereka menyatakan akan melakukan pembicaraan lebih lanjut untuk mencapai kesepakatan.
Sementara itu, catatan rumah sakit memperlihatkan sedikitnya 25 orang terluka setelah tembakan artileri penjajah Israel menghantam bagian tengah Rafah.
Muhanad Ahmad Qishta, salah satu warga Palestina, menuturkan mereka hidup di Rafah dalam ketakutan dan kecemasan yang tidak ada habisnya. (*/Mey)