Internasional, gemasulawesi – Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterresm dilaporkan telah menyerukan gencatan senjata segera di Jalur Gaza sebanyak 3 kali dalam waktu kurang dari 24 jam.
Laporan yang sama menyebutkan Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menyerukan kepada para sekutu penjajah Israel untuk menggunakan kekuatan apapun yang mereka miliki untuk menghentikan invasi darat pasukan penjajah Israel ke Rafah.
Salah satu sumber yang tidak disebutkan namanya kemarin, 7 Mei 2024, waktu Palestina, mengatakan patut dicatat bahwa PBB menolak membantu evakuasi pengungsi di Rafah ke daerah lain, untuk memungkinkan operasi militer yang semacam itu.
“PBB menyampaikan bahwa ada terlalu banyak orang di Rafah,” ujarnya.
Dia menekankan PBB juga mengatakan memindahkan atau mengungsikan mereka akan sangat berbahaya.
Dia menambahkan PBB juga menyebutkan tidak ada tempat yang aman untuk mereka mengingat daerah yang mereka tuju telah penuh sesak dan kekurangan air serta toilet, juga kebutuhan lainnya yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Anggota Kongres Amerika Serikat, Ayanna Presley, telah meminta Joe Biden untuk menggunakan pengaruhnya terhadap penjajah Israel untuk menghentikan serangan terhadap Rafah.
Sebelumnya, penjajah Israel diketahui memberikan instruksi agar warga Palestina mencari perlindungan di Rafah saat menyerang wilayah lainnya di Jalur Gaza.
Menurutnya, warga Palestina yang berlindung di Rafah tidak memiliki tempat lagi untuk mereka tuju.
“Selain itu, para pejabat kemanusiaan telah memperingatkan bahwa serangan penjajah Israel akan menjadi bencana untuk warga sipil Palestina,” katanya.
Dalam sebuah postingan media sosial, Pressley menyampaikan pasukan penjajah Israel menyerang Rafah yang merupakan tempat perlindungan terakhir di Jalur Gaza.
“Lebih dari 1,4 juta warga Palestina berlindung disana dan menghadapi lebih banyak kematian serta kehancuran,” ucapnya.
Dia menambahkan jika Joe Biden menyebut invasi ke Rafah sebagai garis merah dan dia harus menggunakan kekuatannya untuk menghentikan serangan ini.
Di sisi lain, Columbia Law School membela mahasiswanya setelah hakim konservatif mengatakan mereka tidak akan mempekerjakan mantan mahasiswanya.
Dekan Hukum Columbia Law School, Gillian Lester, menegaskan bahwa mahasiswa hukum Columbia secara konsisten dicari oleh perusahaan-perusahaan terkemuka di sektor swasta dan publik, termasuk dengan peradilan. (*/Mey)