Internasional, gemasulawesi - Saat ditemui oleh awak media beberapa waktu yang lalu, salah seorang nelayan di Palestina, Johny Saba, mengakui dia merindukan kehidupan di pelabuhan kuno Mediterania agar kembali sebelum perang.
Johny Saba menyatakan jika sebelum perang terjadi, tidak ada masalah di Jaffa yang menjadi kota tempatnya tinggal, dimana Yahudi dan Palestina dapat bekerja sama.
Johny Saba menuturkan di akhir pekan, ribuan orang akan datang untuk membeli ikan segar.
Baca Juga: Masih Menggempur, Pakar Sebut Klaim Tingkat Pembunuhan Penjajah Israel Tidak Masuk Akal
Dia melukiskan gambaran komunitas nelayan, Kristen-Yahudi-Muslim, yang hidup berdampingan dan bukan dipisahkan satu sama lain oleh ketegangan dan perpecahan yang terjadi.
“Disini kita semua seperti saudara dan jika dimana-mana seperti di Jaffa, maka pasti jadi surga,” katanya.
Jaffa yang menjadi tempat tinggal Johny Saba adalah pusat komersial Palestina, sebuah kota makmur yang dikelilingi oleh desa dan kota kecil, dengan populasinya sekitar 120.000 orang.
Untuk saat ini, kawasan ini merupakan tempat perpaduan antara bahasa Arab dan Ibrani yang digunakan secara luas di wilayah Jaffa.
Salah satu bartender, Marcel Shibli, menyampaikan jika sebelum perang adalah hal yang normal bagi umat Kristen, Yahudi dan Muslim untuk berkumpul di bar trendi yang menghadap ke pelabuhan.
“Sebagai seorang Kristen, saya mempunyai posisi yang baik untuk melayani berbagai kelompok dan minuman pilihan mereka,” ujarnya.
Shibli mengungkapkan perang telah membuat banyak orang terkejut, dan Jaffa jauh lebih sepi dari biasanya karena ketegangana meningkat di lingkungan yang biasanya tenang.
Nessim yang merupakan seorang nelayan Israel yang berusia 70 tahun, memaparkan jika dia telah tinggal di Jaffa sejak dia berusia 7 tahun.
“Saya sendiri tidak akan pernah meninggalkan Jaffa karena semua orang dapat akur,” terangnya.
Baca Juga: Lama Dijajah, Apa Arti dari Terowongan Hamas di Jalur Gaza dan Sandera untuk Rakyat Palestina?
Nessim menegaskan jika dia adalah seorang Yahudi, namun, dia bersekolah di banyak muslim.
“Saya sendiri tetap berteman seumur hidup dengan banyak dari mereka,” pungkasnya.
Salah satu nelayan yang lain, Kabub, menerangkan jika saat ini orang-orang Yahudi takut untuk membeli dari mereka. (*/Mey)