Nasional, gemasulawesi - Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (Ketua BEM) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Farras Raihan, membuat laporan ke Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Farras Raihan mengaku mengalami tekanan dan intimidasi dari pihak kampus setelah mengkritik kebijakan Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang dianggap terlalu tinggi.
"Melaporkan berkaitan dengan tekanan-tekanan yang hadir, intimidasi-intimidasi yang hadir," ujar Farras Raihan di Kantor ORI DIY, dikutip pada Jumat, 24 Mei 2024.
Farras juga menyatakan bahwa kampus mengancam akan mencabut beasiswa Bidikmisi yang ia terima.
Selain itu, beberapa temannya juga diancam dengan kenaikan UKT ke golongan tertinggi.
"Ada juga dari teman saya itu kenaikan golongan UKT-nya, yang awalnya sekian jadi dinaikkan UKT paling maksimal," ungkap Farras.
Namun, ketika dimintai konfirmasi, Sekretaris Direktorat Akademik, Kemahasiswaan, dan Alumni UNY, Guntur, membantah adanya intimidasi terhadap mahasiswa tersebut.
"Intimidasi enggak ada," tegas Guntur saat ditemui di kantornya.
Guntur menjelaskan bahwa pihak rektorat selalu melibatkan organisasi mahasiswa (Ormawa) dalam proses penetapan UKT mahasiswa.
Menurutnya, pengurus BEM dilibatkan sebagai verifikator dalam penurunan UKT yang diajukan oleh mahasiswa.
"Jadi mahasiswa kita libatkan untuk verifikator teman-teman mahasiswa yang mengusulkan penurunan UKT," jelasnya.
Farras melaporkan insiden ini karena merasa bahwa kebijakan UKT yang diterapkan di UNY tidak adil dan memberatkan mahasiswa.
Kritikannya terhadap kebijakan tersebut mengundang reaksi dari pihak kampus, yang kemudian ia rasakan sebagai bentuk tekanan dan intimidasi.
Meskipun demikian, pihak kampus bersikeras bahwa mereka tidak pernah melakukan intimidasi terhadap mahasiswa.
Mereka menegaskan bahwa proses penetapan UKT dilakukan secara transparan dan melibatkan mahasiswa melalui organisasi mereka.
Kasus ini menyoroti pentingnya dialog terbuka antara pihak kampus dan mahasiswa dalam menentukan kebijakan yang mempengaruhi kehidupan akademis dan finansial mahasiswa.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai kebijakan UKT, baik pihak kampus maupun mahasiswa perlu menemukan jalan tengah yang adil dan tidak merugikan kedua belah pihak.
Langkah Farras melaporkan kasus ini ke Ombudsman diharapkan dapat membuka ruang dialog yang lebih luas dan transparan antara mahasiswa dan pihak kampus.
Hal ini juga menunjukkan bahwa mahasiswa memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan kekhawatiran mereka tanpa takut mengalami tekanan atau intimidasi.
Pihak kampus juga diharapkan dapat lebih sensitif terhadap aspirasi mahasiswa dan berusaha mencari solusi terbaik yang bisa diterima oleh semua pihak.
Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan tidak hanya adil tetapi juga mendukung keberlangsungan pendidikan yang inklusif dan merata. (*/Shofia)