Internasional, gemasulawesi – Hingga kini, laporan menyebutkan bahwa diperkirakan 270.000 warga Palestina tinggal di Lebanon dimana mereka memiliki kisah tentang perang, pengungsian dan perjuangan untuk kembali.
Diketahui ketika Wakil Ketua Hamas, Saleh Al-Arouri, yang tewas dibunuh Israel di kantor Hamas di Beirut, Lebanon, ketika hari Selasa kemarin dikebumikan di kamp pengungsi Shatila yang berada di Beirut, Lebanon, pada hari Kamis malam, warga Palestina di Lebanon berkumpul untuk berdoa dan mengantarkan kepergiannya.
Salah satu pemimpin tertinggi Hamas tersebut, yang juga dikenal sebagai Sheikh, telah berada di Lebanon sejak tahun 2015 lalu, yang berarti telah 8 tahun lebih, yang menjadi salah satu dari banyaknya warga Palestina yang berada di negara tersebut.
Baca Juga:
Hasilkan Banyak Penderitaan, Penulis Penjajah Israel Sebut Hamas Hadirkan Front Persatuan
Disebutkan bahwa gelombang pengungsi Palestina ke Lebanon yang terus menerus datang di waktu yang lalu telah menyebabkan populasi non kewarganegaraan yangmencapai sekitar 270.000 orang.
Mereka harus tinggal di 12 kamp pengungsi yang tersebar di berbagai wilayah Lebanon.
Hal ini diketahui dimulai dengan peristiwa pembersihan etnis di Nakba pada tahun 1948, dimana sekitar 750.000 warga Palestina mendapatkan pengusiran dari Israel dari Palestina selama pembentukan negara Israel dan terus berlanjut sejak itu.
Laporan menyampaikan bahwa yang mengatur kamp-kamp pengungsi Palestina adalah beberapa faksi bersenjata Palestina.
Sejak tahun 1969, diketahui jika pasukan keamanan Lebanon dilarang untuk memasuki kamp-kamp tersebut.
Selain itu, kamp-kamp pengungsi tersebut juga tetap menjadi tempat perekrutan untuk faksi-faksi bersenjata Palestina, seperti Hamas.
Baca Juga:
Tuntutan Hukum dari Afrika Selatan, Penjajah Israel Antisipasi Kemungkinan ICJ Paksa Hentikan Agresi
Di awal bulan Desember, Hamas menyerukan agar orang-orang di kamp-kamp pengungsi Lebanon untuk bergabung berperang melawan Israel di Gaza.
Ciri khas dari kamp-kamp pengungsi Palestina yang terdapat di Lebanon adalah kepadatan penduduk, kemiskinan dan kurangnya lapangan pekerjaan untuk mereka yang hidup disana.
Sebagian besar warga Palestina di kamp-kamp pengungsi Palestina dilarang untuk mendapatkan kartu identitas yang diperlukan untuk mengakses sebagian besar pekerjaan atau layanan sosial.
Di tahun 1982, Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) diusir dari Lebanon ke Tunisia, menyusul partisipasinya dalam perang saudara di Lebanon.
Namun, selama berada di Lebanon, PLO memanfaatkan ketidakpuasan di kamp pengungsi untuk membangun kendali signifikan atas Lebanon selatan, termasuk dengan mendirikan pasukan polisi sendiri.
Hal tersebut terjadi sebelum wilayah tersebut diduduki oleh Israel beberapa tahun setelah kepergian PLO.
Baca Juga:
Banyak yang Meninggal, Penduduk Beirut Melihat Sejarah Terulang Kembali di Gaza
Kini, berbagai kelompok bersaing untuk menguasai kamp-kamp pengungsi di Lebanon dan memiliki kehadiran politik dan militer di Lebanon. (*/Mey)