Internasional, gemasulawesi – Jika mengingat kekerasan yang dilakukan Israel terhadap rakyat Palestina dalam beberapa dekade terakhir, sulit untuk mengingat harapan dan optimisme terhadap prospek perdamaian yang diinginkan banyak orang.
Optimisme ini memuncak dengan ditandatanganinya Perjanjian Oslo beberapa dekade yang lalu antara Israel dengan Palestina.
Yasser Arafat yang saat itu menjabat sebagai Ketua Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) bersama dengan beberapa anggota Fatah melakukan pertemuan dengan anggota pemerintah Israel untuk merundingkan persyaratan untuk suatu bentuk pemerintahan mandiri Palestina.
Komunitas internasional saat itu menganggap peristiwa tersebut menawarkan dalih sempurna untuk solusi 2 negara dimana Israel dengan Palestina hidup berdampingan.
Namun, di sisi lain, banyak pihak yang tidak memiliki antusiasme dan optimisme yang sama dengan yang dianut oleh sebagian besar di dunia.
Diketahui jika intelektual Palestina, Edward Said, menyatakan dia tidak setuju dengan Perjanjian Oslo segera setelah ditandatangani.
Baca Juga: Dilaporkan Kencingi Tahanan, Ini Alasan Kenapa Penghinaan Memiliki Peran dalam Perang Palestina
“Instrumen penyerahan diri Palestina, Versailles Palestina,” katanya.
Dia menuturkan sangat jelas bahwa kebebasan Palestina dalam arti yang sebenarnya belum tercapai.
“Ini jelas dirancang untuk tidak melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh Amerika dan juga Israel,” ujarnya.
Baca Juga: Banyak Penderitaan, Ahli Sebut Rencana Penjajah Israel di Jalur Gaza Masih Dapat Digagalkan
Disebutkan jika tampak jelas jika ada tekanan yang signifikan untuk melakukan negosiasi dan juga menerima perjanjian, yang terutamanya perjanjian dengan janji bantuan asing yang siap dikerahkan ke Palestina dalam upaya mereka mendirikan negara.
Salah seorang asisten profesir di Universitas Central Florida, Yara M Asi, menerangkan bahwa Perjanjian Oslo sebenarnya bukan tentang perdamaian ataupun keadilan.
“Namun, perjanjian ini adalah tentang menerapkan landasan teknis dan logistik bagi negara Palestina di masa depan yang sebenarnya belum terdefinisi,” ucapnya.
Dia melanjutkan hal yang hilang dalam Perjanjian Oslo adalah perjanjian tersebut dimaksudkan sebagai perjanjian sementara yang akan membentuk Otoritas Nasional Palestina atau PA dan struktur negara Palestina.
“Untuk Israel, Perjanjian Oslo merupakan keberhasilan yang tidak perlu dipertanyakan lagi dan untuk Palestina, perjanjian itu memperkuat penaklukan mereka,” tandasnya. (*/Mey)