Nasional, gemasulawesi - Pegiat media sosial Denny Siregar kembali melontarkan kritik pedasnya, kali ini ditujukan kepada Wakil Ketua MPR RI, Hidayat Nur Wahid (HNW).
Kritik tersebut menyusul usulan dari Hidayat agar Presiden Prabowo Subianto menetapkan tanggal 3 April sebagai Hari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui keputusan presiden (keppres) di awal masa pemerintahannya.
Hidayat menganggap tanggal 3 April memiliki nilai historis yang penting karena merujuk pada mosi integral Mohammad Natsir pada tahun 1950, yang dianggap sebagai momen penting dalam kembalinya NKRI dari bentuk Republik Indonesia Serikat (RIS).
Usulan tersebut disampaikan Hidayat dalam pernyataan resminya pada Jumat, 4 April 2025.
Ia menilai bahwa penetapan Hari NKRI pada tanggal tersebut dapat menjadi momentum penting untuk memperkuat semangat kebangsaan dan memperingati peran tokoh-tokoh seperti Mohammad Natsir dalam menjaga keutuhan negara.
Hidayat pun mendorong agar Presiden Prabowo menjadikan hal tersebut sebagai salah satu langkah awal simbolik di awal pemerintahannya.
Namun pernyataan tersebut justru mendapat sorotan dan sindiran dari Denny Siregar. Dalam unggahan di akun Instagram pribadinya @dennysirregar pada hari yang sama, Denny menilai bahwa langkah Hidayat tidak lebih dari upaya mencari perhatian atau cari muka (carmuk).
Ia mempertanyakan urgensi dari usulan penetapan hari-hari peringatan semacam itu yang dianggapnya tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat.
Sindiran ini disampaikan Denny dengan membagikan ulang tangkapan layar berita mengenai pernyataan Hidayat.
“Entah apa gunanya hari-harian itu. Kalau pas carmuk, tolong carmuknya yg berguna buat masyarakat,” tulis Denny dalam unggahan Instagram-nya, dengan nada menyindir upaya simbolik yang dianggapnya tidak memiliki dampak nyata.
Pernyataan Denny ini memancing beragam reaksi dari warganet.
Sebagian mendukung pendapatnya karena menilai banyak peringatan hari nasional yang tidak berdampak konkret terhadap kesejahteraan rakyat.
Isu penetapan hari nasional memang kerap kali menjadi kontroversi di ruang publik.
Di satu sisi, pengakuan terhadap peristiwa bersejarah dianggap penting untuk memperkuat identitas nasional.
Namun di sisi lain, tak jarang hal itu dipandang hanya sebagai langkah simbolik yang tidak menyentuh persoalan riil yang dihadapi masyarakat. (*/Risco)