Nasional, gemasulawesi - Mantan Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, memberikan tanggapan atas narasi yang menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak pernah menyampaikan laporan penggunaan uang pajak kepada masyarakat Indonesia.
Bantahan tersebut disampaikan langsung oleh Yustinus melalui cuitan di akun X resminya, @prastow, pada Jumat, 4 April 2025.
Ia menanggapi unggahan video yang membandingkan transparansi penggunaan pajak antara pemerintah Australia dan Indonesia.
Dalam video yang diunggah sebelumnya, terlihat bagaimana pemerintah Australia memberikan laporan tahunan kepada para pembayar pajak mengenai penggunaan dana yang dikumpulkan.
Pengunggah video itu menilai praktik semacam itu tidak dapat dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
Ia bahkan menyebut Indonesia hanya bisa “menarik dan memberi sanksi” kepada masyarakat apabila mereka terlambat atau tidak membayar pajak.
Pernyataan tersebut memicu reaksi dari berbagai pihak, termasuk Yustinus yang merasa narasi tersebut kurang tepat dan terlalu menyederhanakan permasalahan.
Yustinus kemudian menanggapi unggahan tersebut dengan menyebut bahwa narasi dan penilaian semacam itu bersifat terlalu simplistik dan subyektif.
Ia menekankan bahwa Kementerian Keuangan setiap bulan rutin mengadakan konferensi pers serta merilis realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara terbuka.
Dalam laporan tersebut, dijabarkan secara rinci mengenai alokasi dan penggunaan belanja negara oleh pemerintah.
Tak hanya itu, Yustinus juga menambahkan bahwa pelaksanaan APBN turut diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai bentuk akuntabilitas publik.
“Narasi dan penilaian ini menurut saya terlalu simplistik dan subyektif. Tiap bulan pemerintah melalui @KemenkeuRI punya tradisi konferensi pers dan rilis realisasi APBN. Di situ belanja dijabarkan cukup detail. Pelaksanaan APBN juga dipertanggungjawabkan melalui LKPP yang diaudit BPK dan disampaikan ke DPR,” tulis Yustinus dalam cuitannya.
Meski demikian, Yustinus juga tidak menampik bahwa pelaksanaan di lapangan belum sepenuhnya ideal.
Ia mengakui masih terdapat sejumlah persoalan seperti kurang efektifnya penggunaan anggaran, ketidaktepatan sasaran dalam beberapa program, hingga persoalan kebocoran dana dan praktik pengemplangan pajak.
Menurutnya, semua ini harus menjadi agenda bersama dalam rangka advokasi dan perbaikan tata kelola pajak dan anggaran negara.
“Bahwa masih ada yang belum efektif, belum tepat sasaran, ada kebocoran, ada pengemplangan pajak - tak dimungkiri. Itu agenda advokasi kita agar terus diperbaiki,” lanjut Yustinus dalam cuitan yang sama.
Pernyataan Yustinus tersebut menjadi pengingat bahwa upaya transparansi dalam penggunaan pajak sebenarnya sudah dilakukan pemerintah melalui berbagai mekanisme resmi.
Namun, ia juga menekankan bahwa penyempurnaan sistem tetap perlu menjadi fokus utama agar kepercayaan publik terhadap pengelolaan pajak dan anggaran negara bisa terus meningkat. (*/Risco)