Nasional, gemasulawesi – Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, menyatakan jika vaksin AstraZeneca mempunyai lebih banyak manfaat yang jauh lebih besar dibandingkan dengan risiko efek samping.
Diketahui jika risiko efek samping yang disebutkan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, mungkin terjadi pada aspek kesehatan penerima vaksin.
Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, sebagai respons kabar pengakuan industri farmasi AstraZeneca jika vaksin Covid 19 yang mereka produksi mempunyai efek samping yang langka.
Budi menyampaikan meskipun begitu, jika dilihat oleh dunia medis, WHO yang meng-approve langsung, dimana disebutkan jika vaksin AstraZeneca mempunyai manfaat yang lebih besar dari risikonya.
“Itu yang menyebabkan WHO memberikan izin untuk dijalankan di seluruh dunia,” katanya.
Budi memaparkan jika risiko langka berupa pembekuan darah akibat sindrom trombosis dengan trombositopenia atau TTS yang dikaitkan dengan vaksin AstraZeneca sebelumnya telah diungkap oleh sejumlah pakar imunologi vaksinasi sejak pandemi Covid 19 melanda Indonesia.
Sebagai tindak lanjutnya, dikatakan Budi, pemerintah RI memutuskan untuk menerapkan protokol pengawasan berstandar global yang diantaranya melibatkan sejumlah tim independen, yakni ITAGI yang berisikan para pakar yang bergerak di bidang imunologi untuk proses pengawasan di Indonesia.
Menkes menyebutkan jika saat itu, pemerintah meminta untuk memberikan kajian terkait hal tersebut, apalagi teknologi yang digunakan baru.
“Kesimpulannya sama, dilihat benefit dan risiko,” terangnya.
Budi mengungkapkan jika kesimpulan tersebut juga mempertimbangkan jumlah pasien Covid 19 yang saat pandemi korbannya mencapai ratusan juta orang.
Mengenai risiko vaksin Covid 19 yang relatif kecil, menurut Budi, hal tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dari para penerima manfaat vaksin.
“Karena semua itu tergantung pada kecocokannya,” jelasnya.
Budi menyampaikan jika dari pengecekan data yang dilakukan oleh otoritas terkait, belum ditemukan kejadian TTS di Indonesia hingga sekarang.
Namun, diakui Budi, jika di luar negeri, efek samping yang dikhawatirkan tersebut mungkin terjadi. (*/Mey)