Internasional, gemasulawesi – Palestina menghadapi berbagai tantangan lingkungan, yang sebagian besar terkait dengan pengelolaan limbah.
Palestina menghadapi permasalahan terkait semua jenis limbat, baik itu padat, cair, berbahaya dan juga elektronik, sehingga memerlukan pengelolaan yang terpadu dan juga lebih baik diantara semua pihak yang terlibat.
Menurut laporan, setelah Perjanjian Oslo, Otoritas Palestina (PA) mengelola wilayah A dan sampai batas tertentu wilayah B di Tepi Barat.
Namun, instalasi pengolahan limbah padat hanya diperbolehkan di area A.
Selain itu, kehadiran pemukim Israel semakin mempersulit pengelolaan sampah.
Di Gaza, situasinya sendiri lebih sulit karena blokade Israel yang diberlakukan sejak tahun 2007, yang tidak memungkinkan masuknya material dan menghambat pembangunan infrastruktur limbah padat, air dan tenaga listrik.
Jurnalis muda lingkungan dari Gaza, Lina Al-Bish dan Majdi Musleh melaporkan dampak dari TPA ilegal yang mempengaruhi kualitas udara dan kesehatan tanah.
“Masalah air limbah di Gaza utara adalah air limbah yang dihasilkan oleh lebih dari 400.000 orang yang tinggal di Beit Lahiya, Jaballa dan Beit Hanoun mengalir ke Um Al-Nasr (Desa Badui) dimana air limbah dikumpulkan di cekungan besar dan merembes ke luar,” kata Dr Ahmad Hellas.
Dr Ahmad Hellas sendiri merupakan Kepala Institut Nasional untuk Lingkungan dan Pembangunan.
Dia menambahkan jika situasi ini menyebabkan bencana lingkungan dan kesehatan yang berdampak pada seluruh warga.
“Terutama kelompok masyarakat dengan sistem imun lemah dan paling rentan, seperti anak-anak, lansia dan perempuan,” ujarnya.
Kurangnya pengelolaan air limbah menyebabkan masalah kesehatan terkait dengan kontak langsung dengan air yang tercemar dan pencemaran lingkungan sekitar.
Baca Juga: Kota Kosong dan Menjadi Tidak Layak Huni, Ini Bagaimana Perang Mengubah Wajah Palestina
Hal ini memiliki dampak langsung pada kesehatan warga.
Salah satu jurnalis yang lain, Yamen Aweidah, menulis berbagai dampak kesehatan yang terkait dengan kurangnya akses terhadap air bersih dan sanitasi di Gaza, mulai dari penyakit ginjal hingga masalah kulit yang kini bertambah parah akibat perang sejak tanggal 7 Oktober 2023 lalu. (*/Mey)