Hukum, gemasulawesi - Kasus penipuan yang menggunakan teknologi deepfake yang mencatut wajah Presiden Prabowo Subianto kembali menjadi sorotan.
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri berhasil menangkap satu tersangka baru yang diduga terlibat dalam penipuan ini.
Penangkapan dilakukan di Kabupaten Pringsewu, Lampung, pada Rabu, 5 Februari 2025. Namun meski demikian, identitas tersangka belum diungkapkan karena masih dalam proses pemeriksaan lebih lanjut.
"Pelaku berhasil kami tangkap di kediamannya, tepatnya berada di wilayah Kabupaten Pringsewu," ungkap Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen. Pol. Himawan Bayu Aji, dikutip pada Kamis, 6 Februari 2025.
Penangkapan ini adalah hasil pengembangan dari penyidikan sebelumnya yang sudah mengungkapkan modus penipuan yang semakin berkembang, di mana teknologi kecerdasan buatan (AI) disalahgunakan untuk merugikan masyarakat.
Brigjen. Pol. Himawan Bayu Aji, Direktur Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa penyelidikan terhadap jaringan pelaku terus dilakukan, dengan penangkapan ini menunjukkan betapa cepatnya tim Dittipidsiber dalam menangani kasus ini.
Menurut Himawan, para tersangka menggunakan teknologi deepfake untuk memanipulasi wajah pejabat tinggi negara, seperti Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Mereka kemudian membuat video palsu yang menunjukkan pejabat-pejabat tersebut menawarkan bantuan pemerintah kepada masyarakat yang membutuhkan.
Video tersebut kemudian disebarkan melalui media sosial, dengan nomor WhatsApp yang dicantumkan untuk dihubungi oleh calon korban.
Setelah korban menghubungi nomor yang tertera, pelaku meminta mereka untuk mengikuti prosedur pendaftaran untuk mendapatkan bantuan tersebut.
Pelaku kemudian meminta korban untuk mentransfer sejumlah uang dengan alasan biaya administrasi, dan menjanjikan pencairan dana bantuan yang tidak pernah ada.
Para korban pun merasa tertipu setelah uang yang mereka transfer tidak pernah digantikan, dan bantuan yang dijanjikan tak kunjung datang.
Berdasarkan hasil penyelidikan, polisi mencatat sudah ada 11 korban yang teridentifikasi, dengan jumlah kerugian yang bervariasi antara Rp250.000 hingga Rp1.000.000.
Penipuan ini sudah berlangsung sejak 2020 dan terus berlanjut hingga Januari 2025. Tidak hanya itu, penyidik Bareskrim Polri masih mengejar satu orang pelaku lainnya yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO), yakni yang berinisial FA.
Tersangka AMA, yang sudah lebih dahulu ditangkap pada Januari 2025, mengaku telah melakukan kegiatan penipuan ini selama bertahun-tahun.
Himawan menegaskan bahwa pengungkapan ini merupakan upaya yang serius dalam memerangi kejahatan yang memanfaatkan kemajuan teknologi secara negatif.
"Kami akan terus mengungkap seluruh sindikat ini hingga tidak ada yang lolos," tegas Brigjen. Pol. Himawan.
Kasus ini mengingatkan masyarakat akan pentingnya kewaspadaan terhadap teknologi yang semakin canggih.
Deepfake, yang awalnya digunakan untuk hiburan atau produksi film, kini menjadi alat yang disalahgunakan oleh oknum untuk tujuan kriminal.
Kejahatan semacam ini sangat merugikan korban, baik dari segi materi maupun mental. Oleh karena itu, pihak kepolisian mengimbau masyarakat agar lebih berhati-hati dalam menerima informasi atau tawaran bantuan melalui platform digital.
Dengan penangkapan ini, Polri berharap dapat mencegah kejahatan serupa di masa mendatang, sekaligus memberikan efek jera bagi para pelaku kejahatan siber.
Tim Dittipidsiber Bareskrim Polri akan terus melanjutkan penyelidikan guna mengungkap lebih banyak pelaku dalam sindikat penipuan ini. (*/Shofia)