Lampung, gemasulawesi - Balai Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan Lampung telah menyita seekor kucing hutan yang tidak dilengkapi sertifikat di Pelabuhan Bakauheni, Kabupaten Lampung Selatan.
Penyitaan ini merupakan bagian dari upaya pengawasan terhadap peredaran satwa liar yang dilindungi dan dilakukan untuk mencegah perdagangan ilegal hewan yang statusnya dilindungi oleh undang-undang.
Kucing hutan yang disita berada dalam kondisi sehat, namun karena tidak memiliki dokumen resmi, satwa ini beserta pemiliknya diamankan oleh petugas untuk pemeriksaan lebih lanjut.
Penyitaan tersebut dilakukan pada Sabtu, 1 Maret 2024, dan dikonfirmasi oleh Kepala Karantina Lampung, Donni Muksydayan, pada Senin, 3 Maret 2025.
Penangkapan ini terjadi saat petugas karantina bersama dengan instansi lain yang tergabung dalam Seaport Interdiction melakukan patroli rutin di Pelabuhan Penyeberangan Bakauheni.
Dalam operasi tersebut, petugas menemukan kucing hutan yang tidak dilengkapi sertifikat atau izin resmi yang menunjukkan bahwa satwa ini dapat dipindahkan atau diperdagangkan.
Ketidaktahuan pemilik tentang status perlindungan kucing hutan menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat mengenai regulasi yang berlaku.
"Pemilik yang telah diamankan dan diperiksa petugas menjelaskan bahwa dirinya menemukan kucing tersebut di hutan dan memeliharanya tanpa tahu status satwa dilindungi itu. Pemilik kucing itu juga menerangkan bahwa kucing tersebut dibawa dari Padang menuju Jawa Barat untuk ikut berlibur," jelas Donni.
Saat ini, kucing hutan yang telah disita sedang menjalani pemeriksaan kesehatan oleh petugas karantina sebelum diserahkan ke Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) untuk proses rehabilitasi lebih lanjut.
Langkah ini dilakukan untuk memastikan bahwa satwa tersebut mendapatkan perawatan yang sesuai sebelum dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Kucing hutan sendiri masuk dalam kategori satwa yang dilindungi dengan ancaman kepunahan yang rendah.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, terdapat larangan memelihara, memperjualbelikan, atau memperdagangkan satwa liar yang masuk dalam daftar perlindungan.
Regulasi ini bertujuan untuk mencegah eksploitasi satwa liar yang dapat mengancam populasi mereka di alam.
Diharapkan dengan adanya penindakan seperti ini, kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kelestarian satwa liar dapat meningkat. (*/Risco)