Pasuruan, gemasulawesi - Insiden yang melibatkan seorang pembeli yang memaki-maki kurir pengantar paket COD (Cash On Delivery) di Krian, Sidoarjo terus menarik perhatian masyarakat.
Sosok pembeli paket COD tersebut, Dwi Nur Mas Ulla, terekam dalam video yang menunjukkan dirinya dan anak laki-lakinya memarahi kurir yang sedang mengantarkan paket.
Video Dwi Nur Mas Ulla yang menolak paket COD ini kemudian viral di media sosial, hingga menimbulkan reaksi negatif dari netizen.
Video tersebut, direkam oleh sang kurir, memperlihatkan Dwi Nur Mas Ulla yang marah-marah saat menerima paket.
Ia meminta pengembalian uang setelah paket dibuka. Tindakan ini memicu banyak komentar pedas dari pengguna media sosial, yang mengkritik sikap Dwi dan anaknya.
Belum lama setelah video tersebut menjadi viral, Dwi Nur Mas Ulla, yang diketahui berprofesi sebagai guru di salah satu sekolah di Krian, akhirnya menyampaikan permohonan maaf.
Dalam pernyataan yang diunggah di Instagram @iniijawatimur, Dwi Nur Mas Ulla menyampaikan klarifikasinya.
"Saya ingin meminta maaf mewakili keluarga saya atas tindakan anak saya yang membuat keributan di media sosial beberapa hari terakhir. Ucapannya yang mungkin tidak layak dan tidak sopan, kami mohon maaf sebesar-besarnya," jelasnya.
Permintaan maaf ini mendapat berbagai reaksi dari netizen. Sebagian besar komentar menyebutkan bahwa permintaan maaf tersebut dilakukan hanya untuk menjaga nama baiknya sebagai guru.
"Katanya minta viral, giliran viral minta damai," tulis akun @_nivar.
Kronologi kejadian bermula ketika kurir mengantarkan paket dengan sistem pembayaran COD.
Setelah paket diterima dan dibuka, Dwi Nur Mas Ulla meminta pengembalian uang, yang menurut kebijakan layanan COD, tidak diperbolehkan setelah paket dibuka.
Hal ini memicu adu mulut antara Dwi dan sang kurir, yang kemudian direkam dan menjadi viral.
Kasus ini juga berakhir damai antara kurir dan keluarga pembeli.
Namun, insiden ini tetap menjadi perbincangan hangat di media sosial, dengan banyak yang menyoroti pentingnya etika dan sopan santun dalam bertransaksi.
Reaksi masyarakat terhadap kejadian ini menunjukkan betapa cepatnya sebuah insiden bisa menyebar di era digital, dan bagaimana tekanan publik dapat mempengaruhi pihak-pihak yang terlibat untuk menyelesaikan masalah secara damai. (*/Shofia)