Internasional, gemasulawesi – Seorang profesor Studi Eropa di Universitas Stanford, Ulrich Brueckner, mengkritik strategi perang penjajah Israel sebagai strategi yang berpandangan pendek.
Ulrich Brueckner juga menyebutkan jika strategi perang penjajah Israel mengabaikan konsekuensi kemanusiaan yang berkepanjangan atau menetapkan rencana pasca perang yang jelas.
“Akibatnya, perang tersebut dapat menyebabkan kerugian politik untuk penjajah Israel yang akan bertahan lebih lama jika dibandingkan dengan potensi kemenangan apapun yang dapat diklaimnya,” katanya.
Dia menambahkan jika Amerika Serikat maupun Eropa kemungkinan tidak akan mampu memberikan banyak pengaruh terhadap Perdana Menteri penjajah Israel, Benjamin Netanyahu, yang disebutkan berjuang untuk kelangsungan hidup politik.
“Meskipun secara teoritis Amerika Serikat mempunyai pengaruh yang lebih besar, Presiden Joe Biden terjebak di antara pendukung kuat Palestina dan kelompok pelobi Yahudi yang sangat kuat selama tahun pemilu,” ujarnya.
Di sisi lain, delegasi penjajah Israel, yang dipimpin oleh pimpinan Mossad, dijadwalkan mengunjungi Qatar untuk melakukan pembicaraan dengan Hamas yang akan berlangsung setidaknya 2 minggu.
Baca Juga:
Akibatkan Kematian dan Cedera, Pasukan Penjajah Israel Dilaporkan Menyerbu RS Al Shifa di Jalur Gaza
Hal tersebut diketahui disampaikan oleh seorang pejabat penjajah Israel yang tidak disebutkan namanya.
Penjajah Israel diperkirakan akan menawarkan gencatan senjata selama 6 minggu sebagai imbalan atas pembebasan 40 dari 100 tawanan penjajah Israel yang diyakini masih hidup di Jalur Gaza.
Pejabat penjajah Israel tersebut juga mengungkapkan jikap penundaan diperkirakan terjadi karena tantangan yang dihadapi perwakilan Hamas dalam berkoordinasi dengan anggota kelompok lainnya yang berbasis di Jalur Gaza selama perang.
Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mesir, Samekh Shoukry, dilaporkan telah bertemu dengan Komisaris Jenderal UNRWA, Philippe Lazzarini di Kairo, untuk meyakinkannya jika negaranya memberikan dukungan penuh kepada UNRWA.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Mesir, Ahmed Abu Zeid, menyampaikan jika Shoukry membahas tentang perlunya menghilangkan hambatan yang dilakukan penjajah Israel untuk membantu masuknya bantuan kemanusiaan dan juga mengakhiri taktik kelaparan dan hukuman kolektif di Jalur Gaza.
Namun, diketahui jika tidak disebutkan pembukaan perlintasan perbatasan Rafah yang menjadi satu-satunya pintu masuk dan keluar warga Palestina di Jalur Gaza. (*/Mey)