Nasional, gemasulawesi - Empat tersangka terakhir dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini terjadi di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan dan melibatkan penyalahgunaan wewenang dalam proses perizinan penggunaan tenaga kerja asing.
“Setelah penyidikan dilakukan dan bukti dinilai cukup, KPK kembali menahan empat orang dari total delapan tersangka yang telah ditetapkan sejak 5 Juni 2025,” kata Asep Guntur Rahayu, Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, di Gedung Merah Putih.
Asep menyebutkan bahwa empat tersangka yang baru saja ditahan berinisial GTW, PCW, JS, dan AE.
Baca Juga:
Korem 132/Tadulako Resmi Beralih ke Kodam XXII/Mahawira, Peresmian Dijadwalkan 10 Agustus 2025
Mereka adalah Gatot Widiartono (GTW), yang menjabat sebagai Koordinator Bidang Analisis dan PPTKA di Kementerian Ketenagakerjaan periode 2021–2025, serta Putri Citra Wahyoe (PCW), yang pernah bertugas di Saluran Siaga RPTKA pada 2019–2024 dan menjadi verifikator pengesahan RPTKA pada 2024–2025.
Selain itu, ada Jamal Shodiqin (JS), yang merupakan Analis TU Direktorat PPTKA pada 2019–2024 dan kini menjabat sebagai Pengantar Kerja Ahli Pertama di direktorat yang sama untuk periode 2024–2025.
Terakhir, Alfa Eshad (AE) diketahui menjabat sebagai Pengantar Kerja Ahli Muda di Kementerian Ketenagakerjaan sejak tahun 2018 sampai 2025.
Penahanan ini merupakan gelombang kedua, setelah sebelumnya pada 17 Juli 2025 KPK lebih dulu menahan empat tersangka lainnya, yaitu Suhartono (SH) yang merupakan mantan Dirjen Binapenta dan PKK Kemenaker, Haryanto (HY), mantan Direktur PPTKA Wisnu Pramono (WP), serta Devi Anggraeni (DA).
Baca Juga:
12 Warga Palestina Tewas Akibat Serangan Penjajah Israel di Jalur Gaza Palestina
“Selanjutnya, KPK resmi menahan empat tersangka tersebut untuk masa penahanan awal selama 20 hari, terhitung mulai 24 Juli hingga 12 Agustus 2025. Mereka ditahan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” jelas Asep.
Asep juga menyampaikan bahwa para tersangka dijerat dengan Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 B junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah disesuaikan melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 serta Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK telah mengumumkan delapan tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA di Kementerian Ketenagakerjaan.
Delapan tersangka tersebut merupakan aparatur sipil negara, yaitu Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, serta Alfa Eshad.
KPK menjelaskan bahwa Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki agar tenaga kerja asing bisa bekerja secara legal di Indonesia.
Jika dokumen tersebut tidak diterbitkan oleh Kementerian Ketenagakerjaan, maka proses pengajuan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat.
Akibatnya, perusahaan yang mempekerjakan tenaga asing bisa dikenai denda hingga Rp1 juta per hari. Kondisi inilah yang membuat para pemohon terpaksa memberikan uang kepada pihak-pihak yang terlibat.
KPK juga mengungkapkan bahwa praktik dugaan pemerasan dalam pengurusan RPTKA ini diduga sudah berlangsung sejak masa kepemimpinan Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2009–2014, berlanjut ke masa Hanif Dhakiri pada 2014–2019, dan berlanjut lagi saat Ida Fauziyah menjabat pada 2019–2024.
Menurut temuan KPK, para tersangka diduga mengumpulkan dana hasil pemerasan sebesar kurang lebih Rp53,7 miliar selama periode 2019 hingga 2024 dari proses pengurusan RPTKA. (*/Zahra)