Nasional, gemasulawesi - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memutuskan untuk menjatuhkan hukuman yang lebih berat kepada Zarof Ricar, eks pejabat Mahkamah Agung.
Dalam proses banding atas kasus suap dan gratifikasi yang menjeratnya, vonis terhadap Zarof diperpanjang menjadi 18 tahun penjara.
Ketua Majelis Hakim, Albertina Ho, menyatakan bahwa majelis hakim di tingkat banding sepakat dengan pertimbangan hukum yang telah dibuat oleh hakim di pengadilan sebelumnya.
Menurutnya, alasan-alasan hukum yang digunakan oleh majelis hakim tingkat pertama dinilai sudah tepat dan sesuai.
Baca Juga:
Satgas Pangan Ungkap Produsen Beras Langgar Standar Mutu, 201 Ton Disita
Namun, ada pengecualian dalam hal lamanya hukuman pidana serta penetapan status barang bukti, yang kemudian menjadi pertimbangan berbeda dalam putusan banding.
“Majelis Hakim Pengadilan Tinggi menilai perbuatan pidana yang dilakukan oleh Terdakwa Zarof telah menimbulkan pandangan negatif terhadap para hakim di Indonesia, seakan-akan hakim dapat disuap dan diarahkan sesuai kehendak orang yang memiliki uang untuk menyimpangkan keadilan,” ujar Hakim Ketua.
Meskipun ada perubahan dalam masa hukuman penjara, namun terkait pidana denda, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tidak mengubah ketentuan yang sudah ditetapkan sebelumnya.
Besaran denda yang dibebankan kepada terdakwa tetap sama seperti dalam putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, yaitu sebesar Rp1 miliar.
Baca Juga:
Prabowo Targetkan 20 Juta Penerima Makan Bergizi Gratis Jelang HUT ke-80 RI
Jika denda tersebut tidak dibayar, maka akan digantikan dengan hukuman kurungan selama enam bulan sebagai sanksi subsider.
Uang sebesar Rp915 miliar dan 51 kilogram emas yang disita dari tangan Zarof juga tetap diputuskan untuk disita dan menjadi milik negara.
Hakim Ketua menegaskan bahwa Zarof telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah dalam perkara korupsi.
Ia dinilai terlibat dalam pemufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi dengan cara memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim demi memengaruhi putusan perkara yang ditanganinya.
Baca Juga:
Pasukan Penjajah Israel Menahan 14 Pekerja Palestina di Kawasan Jabal al-Mukaber Yerusalem Timur
Selain itu, Zarof juga menerima gratifikasi yang berkaitan langsung dengan jabatannya dan bertentangan dengan kewajiban tugasnya.
Atas perbuatannya tersebut, Zarof dijatuhi hukuman atas pelanggaran Pasal 6 ayat (1) huruf a serta Pasal 12 B juncto Pasal 15 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dan diperkuat dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Sebelumnya, Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 16 tahun penjara kepada Zarof, ditambah denda sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan 6 bulan kurungan.
Hukuman ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa yang meminta 20 tahun penjara, meski jumlah dendanya tetap sesuai dengan tuntutan.
Baca Juga:
Uang Rp200 Juta Hilang di Kantor Wali Kota Jakut, Rekaman CCTV Ungkap Sosok Pelaku
Dalam kasus ini, Zarof didakwa berperan dalam pemufakatan jahat melalui bantuan dalam memberikan janji atau uang senilai Rp5 miliar kepada hakim.
Rencana suap itu disebut dilakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur dan Lisa Rachmat, yang bertujuan untuk menyuap Hakim Agung Soesilo, Ketua Majelis Hakim yang menangani kasasi perkara Ronald Tannur pada tahun 2024.
Ia juga dikenai dakwaan atas penerimaan gratifikasi dengan total mencapai Rp915 miliar serta 51 kilogram emas, yang diterima selama masa jabatannya di Mahkamah Agung, sebagai imbalan atas bantuannya dalam pengurusan sejumlah perkara sepanjang tahun 2012 hingga 2022. (*/Zahra)