Nasional, gemasulawesi - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, telah mengambil langkah tegas dengan mencopot Rahmady Effendy Hutahaean (REH) dari jabatannya sebagai Kepala Bea Cukai Purwakarta.
Keputusan ini diambil Sri Mulyani berdasarkan pada hasil pemeriksaan internal yang dilakukan oleh Kementerian Keuangan setelah adanya laporan dari pengacara dari Eternity Global Law Firm, Andreas, terkait dugaan pelanggaran dalam penyampaian Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) oleh Rahmady Effendy Hutahaean (REH).
Pencopotan tersebut dilakukan setelah Bea Cukai menemukan adanya indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh Rahmady Effendy Hutahaean (REH).
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menyatakan bahwa langkah tersebut diambil untuk mendukung kelancaran pemeriksaan internal terhadap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh REH.
"Dari hasil pemeriksaan internal kami, setidaknya didapati ada indikasi benturan kepentingan dan kemungkinan penyalahgunaan wewenang," kata Nirwala dalam keterangan resmi pada Senin, 13 Mei.
Langkah pencopotan ini sejalan dengan upaya Bea Cukai untuk menjaga akuntabilitas organisasi dan memastikan kepatuhan terhadap prosedur yang berlaku.
Bea Cukai juga akan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap LHKPN REH untuk meninjau kelengkapan dan akurasi pelaporannya.
Selain itu, Bea Cukai juga akan menunjuk pelaksana harian pengganti REH agar operasional kantor tetap berjalan secara lancar.
Namun, di samping pencopotan dari jabatannya, REH juga dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan ketidakbenaran dalam pelaporan LHKPN.
Pengacara dari Kantor Hukum Eternity Global Law Firm, Andreas, menyoroti bahwa Rahmady tidak memasukkan pinjaman uang senilai Rp 7 miliar ke dalam LHKPN-nya.
Pinjaman tersebut terkait dengan bisnis ekspor impor pupuk yang dilakukan Rahmady dengan klien Andreas, Wijanto Tirtasana, pada tahun 2017.
Pada saat itu, Rahmady memberikan pinjaman uang dengan syarat istri Rahmady dijadikan komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Andreas menyampaikan keheranannya terhadap fakta bahwa pinjaman uang sebesar Rp 7 miliar tersebut tidak tercantum dalam LHKPN Rahmady.
Pada tahun 2017, Rahmady hanya melaporkan kekayaannya sebesar Rp 3,2 miliar, dan hingga 2022 total kekayaannya hanya Rp 6,3 miliar.
Pada saat klarifikasi di Polda Metro Jaya, Rahmady menegaskan bahwa tuduhan tentang kekayaannya yang fantastis hingga mencapai Rp 60 miliar adalah fitnah.
Dia menyatakan bahwa kekayaannya yang dilaporkan dalam LHKPN sesuai dengan fakta yang ada, dan bahwa uang sebesar Rp 60 miliar tersebut adalah milik PT Mitra Cipta Agro, bukan kekayaan pribadinya.
Dalam konteks ini, terlihat jelas bahwa masalah pelaporan LHKPN telah menjadi pusat perhatian, baik dari Kementerian Keuangan maupun dari pihak yang melaporkan dugaan ketidakbenaran dalam pelaporan tersebut.
Langkah tegas seperti pencopotan jabatan oleh Kementerian Keuangan menunjukkan komitmen untuk menjaga integritas dan akuntabilitas dalam lembaga pemerintahan. (*/Shofia)