Internasional, gemasulawesi – Satu bulan sejak serangan penjajah Israel yang dilakukan di tanggal 7 Oktober 2023, Mona Abdel Raheem, yang merupakan salah satu warga Palestina, harus mengalami peristiwa menyedihkan ketika bom penjajah Israel menghancurkan rumahnya.
Mona Abdel Raheem mengatakan jika bom itu juga membuat tetangganya tewas dan membuatnya tidak memiliki pilihan lain selain melarikan diri ke selatan bersama dengan suami, saudara perempuan dan juga cucunya.
Mona Abdel Raheem diketahui termasuk dari sekian banyak warga Palestina yang kini harus hidup sebagai pengungsi.
Baca Juga:
Segalanya Terbatas, Seorang Warga Palestina Ceritakan Perjuangannya untuk Mendapatkan Makanan
“Kami pergi dan tidak ada waktu untuk mengambil apapun dari rumah kami karena segala sesuatu yang ada di sekitar kami hancur,” katanya.
Mona Abdel Raheem mengakui di usianya yang kini 63 tahun, dia telah mengalami beberapa perang, namun, perang kali ini dikatakannya merupakan perang yang paling dahsyat dibandingkan dengan perang yang pernah dilaluinya.
Mona Abdel Raheem menyatakan jika dia belum lahir ketika Nakba 1948 terjadi, namun, sama seperti semua warga Palestina yang lain, dia selalu ingin kembali ke desa keluarganya.
Baca Juga:
Terkena Boikot Karena Perang Palestina, Ini Dampak yang Dirasakan Beberapa Merk Dunia
“Saya tidak pernah membayangkan akan mengalami eksodus massal, tetapi, ketika saya melarikan diri dari Jabalia yang menjadi tempat tinggal saya selama ini, saya merasa jika sejarah terulang kembali,” ucapnya.
Mona Abdel Raheem memaparkan jika dia harus berjalan dalam rasa malu bersama warga Palestina yang lainnya, melewati para tentara penjajah Israel.
“Setiap harinya, setiap jam, menit dan juga setiap detik, kami semua takut akan mati,” akunya.
Baca Juga:
Tentang Kebijakan AS terhadap Warga Palestina, Ahli Sebut Tidak Akan Mengubah Dinamika Perang
Mona Abdel Raheem mengungkapkan jika ketakutan itu bertambah ketika penjajah Israel mengumumkan di hari Jumat pekan lalu ketika mereka akan menargetkan Rafah, sebuah daerah yang berada di dekat perbatasan Mesir.
Rafah kini menjadi rumah untuk sekitar 1,8 juta warga Palestina mencari perlindungan dari serangan penjajah Israel.
Mona Abdel Raheem yang kini tinggal di sebuah sekolah menengah khusus perempuan yang sekarang menjadi tempat penampungan UNRWA di Rafah, menuturkan jika kebanyakan warga sipil di Rafah tinggal di bangunan tempat tinggal yang masih ada.
“Para pengungsi juga tinggal di tenda-tenda di jalanan yang dingin,” bebernya.
Mona Abdel Raheem menegaskan meskipun dia dapat menyeberang ke Mesir, dia lebih memilih mati di tanah airnya. (*/Mey)