Internasional, gemasulawesi – Mungkin sebagian besar warga Palestina dari generasi tertentu masih mengingat saat bulan September tahun 2000 ketika pemimpin PLO, Yasser Arafat, muncul di TV nasional Palestina dan mengumumkan penemuan gas alam di lepas pantai Gaza.
Yasser Arafat dalam kesempatan tersebut menggambarkan penemuan gas alam tersebut sebagai hadiah dari Tuhan kepada rakyat Palestina untuk generasi mendatang.
Yasser Arafat menyebutkan jika penemuan gas alam ini akan memberikan landasan yang kuat untuk perekonomian kita untuk mendirikan negara merdeka dengan Yerusalem sebagai ibukotanya.
Baca Juga: Tetap Lakukan Gempuran, Memahami Perang Gaza di Era Media Sosial Seperti Sekarang
Dr Emad Moussa yang merupakan seorang peneliti dan penulis berpendapat jika optimisme Yasser Arafat mungkin terlalu dini.
“Dengan meletusnya Intifada Kedua, ladang gas ditutup dan negosiasi pada tahun-tahun berikutnya untuk menghidupkan kembali ladang gas tersebut tidak membuahkan hasil yang sering kali dirusak oleh pertimbangan keamanan dan politik Israel,” katanya.
Moussa menuturkan jika sejak awal Intifada Kedua, Israel telah menetapkan kendali de facto atas cadangan gas lepas pantai Gaza.
Baca Juga: Timbulkan Dampak yang Lain, Agresi Penjajah Israel Membuat Banyak Pemain Sepak Bola Palestina Tewas
Dan sejak bulan Desember 2008, setelah Operasi Cast Lead, pemerintah Israel diketahui secara efektif mengendalikan ladang gas tersebut tanpa memperhatikan hukum internasional.
Dengan mengabaikan PA dan Hamas di Gaza, otoritas pertahanan Israel pada tahun 2007 ingin menandatangani kesepakatan yang aman Israel dengan itu akan mencabut pendapatan finansial rakyat Palestina dari gas Gaza dan sebagai gantinya membayar mereka dalam bentuk barang dan jasa.
Di sisi lain, menurut Brooking Institute, eksploitasi Laut Gaza diproyeksikan menghasilkan pendapatan sebesar 2,5-7 milyar USD.
Namun, karena ladang gas tetap tidak dapat diakses, warga Palestina terus mengalami kerugian milyaran dolar yang seharusnya dapat menstabilkan perekonomian Palestina.
“Dan yang lebih penting adalah menyelesaikan krisis energi kronis di Jalur Gaza,” ujarnya.
Dr. Emad Moussa menyampaikan jika Israel mempertahankan kendali atas jalur kehidupan ekonomi Palestina dan secara efektif menggunakannya sebagai alat tekanan politik dan hukuman kolektif jika diperlukan.
Baca Juga: Agresi Tidak Kunjung Berhenti, Ini Alasan Kenapa Islamofobia Meningkat di Tengah Perang Palestina
“Pertanyaan untuk mayoritas warga Palestina adalah apakah benar-benar ada jaminan untuk mencegah sumber energi Gaza untuk menjadi alat tekanan atau hukuman kolektif, ketika dikembangkan sepenuhnya,” pungkasnya. (*/Mey)