Internasional, gemasulawesi – Salah satu warga Palestina, Esraa Kamal Al-Jamalan, mengakui dia sedang hamil 8 bulan ketika dia dan keluarga kecilnya terpaksa meninggalkan rumah mereka di Gaza utara yang dibombardir Israel di akhir Oktober.
Esraa Kamal Al-Jamalan menyatakan dia harus berjalan lebih dari 3 kilometer ke RS Al-Shifa hanya dengan membawa beberapa pakaian ganti karena mereka mengira dapat kembali ke rumah.
2 bulan kemudian, Esraa Kamal Al-Jamalan dan keluarganya menjadi salah satu pengungsi yang tinggal di tenda-tenda darurat yang berada di Deir Al-Balah di Gaza tengah.
“Kami tidak memiliki sarana untuk melindungi bayi kami yang baru lahir dari musim dingin yang keras dengan suhu yang dingin ditambahkan dengan hujan yang datang bergantian,” katanya.
Ketika Israel terus menyerang Gaza hingga bulan Desember ini, warga Palestina di Gaza berbicara tentang tantangan yang ditimbulkan dari datangnya musim dingin.
Untuk wilayah Gaza, musim dingin biasanya terjadi di bulan Desember hingga Maret dengan rata-rata suhu rendah turun hingga 8 derajat celsius di bulan Januari.
Baca Juga: Banyak Penderitaan Terjadi, Pemikir Arab Ramalkan Penjajah Israel Akan Jatuh ke Dalam Rawa di Gaza
Disebutkan hujan deras dan angin dingin dapat membuat musim dingin semakin sulit untuk orang-orang yang tinggal di tenda pengungsian dan mereka yang harus terdampar di luar ruangan tanpa atap untuk dapat bertahan hidup.
Di pertengahan bulan Desember, dilaporkan terjadi angin lebat yang disertai dengan angin kencang melanda tenda-tenda pengungsian yang tipis dan juga membasahi tenda-tenda pengungsian yang tipis.
Saleem Al-Jamalan, yang menjadi suami Esra, mengatakan suhu dingin sekali di malam hari dan mereka berpelukan erat di malam hari karena tidak ada sumber kehangatan.
Salah satu warga Gaza yang lain, Shadia Araqan, menyebutkan dia mampu untuk membeli beberapa pakaian bekas untuk anak-anaknya.
“Saya membelikan mereka pakaian musim dingin bekas dan kami menyalakan api kayu untuk menghangatkan diri, namun, sayangnya saya hanya berhasil membeli 1 potong pakaian untuk masing-masing pakaian,” akunya.
Dengan langkanya bahan bakar karena agresi, masyarakat Gaza terpaksa menebang pohon untuk dijadikan kayu bakar sebagai penghangat dan juga untuk memanaskan air untuk memasak atau mandi. (*/Mey)