Internasional, gemasulawesi – 4 hari setelah Israel memulai serangannya di Gaza, tepatnya pada tanggal 11 Oktober 2023, salah satu pemain sepak bola Palestina, Mohammed, dikabarkan meninggal karena pemboman yang dilakukan Israel.
Sejak saat itu, serangan Israel semakin meningkat dan karenanya sepak bola Palestina kali ini dianggap mati meskipun kemungkinan akan kembali lagi.
Salah satu pemain sepak bola Palestina yang lain, Mohammed Balah, diketahui kembali ke Gaza di musim panas ini setelah sebelumnya meniti karier profesionalnya di Yordania, Oman dan Mesir.
Dia mengatakan berharap dapat kembali ke tim nasional sepak bola Palestina, namun hal itu tidak mungkin terjadi sekarang.
Dalam salah satu pesan terakhirnya di media sosialnya yang tercatat di bulan Oktober lalu, Balah mengungkapkan dia kurang optimis untuk dapat selamat dari gelombang kekerasan yang paling baru.
“Kami akan mati dalam diam karena ini, jauh dari pandangan dunia dan juga teman-teman,” tulisnya.
Baca Juga: Agresi Tidak Kunjung Berhenti, Ini Alasan Kenapa Islamofobia Meningkat di Tengah Perang Palestina
Di antara korban tewas yang terkonfirmasi adalah atlet dan pengurus dari berbagai cabang olahraga, termasuk pemain bola basket Al-Breij, Bassim Al-Nabahin, pesepakbola Rashid Dabbour dan Ahmad Awad.
Karena ketegangan yang meningkat akibat perang, selain di Jalur Gaza, komunitas olahraga Palestina di Tepi Barat juga terkena dampaknya.
Salah satu gelandang Markaz Balata yang masih berusia 19 tahun, Mohammade Marwee, dibunuh oleh pasukan keamanan Otoritas Palestina selama protes di kampung halamannya di Tubas yang dekat dengan Nablus di tanggal 27 Oktober 2023.
Perang Palestina ini membuat semua jenis acara olahraga terhenti, baik di Gaza dan Tepi Barat.
Dengan sepak bola yang terhenti hingga waktu yang belum ditentukan akibat perang ini, para pemain tim nasional Palestina pada awal-awal perang dilaporkan berusaha untuk pergi dan merintis karier ke negara lain.
Memburuknya situasi keamanan di Tepi Barat karena perang membuat banyak dari para pemain timnas Palestina tersebut tidak dapat melakukan perjalanan antar kota di Palestina karena kekerasan yang dilakukan oleh pemukim Israel di jalan raya.
Khalil Jadalah yang merupakan komentator dan analis sepak bola Palestina mengungkapkan sulit untuk mengetahui pasti berapa banyak orang yang meninggal selama perang ini karena banyaknya korban jiwa. (*/Mey)