Daerah, gemasulawesi - Komnas HAM Republik Indonesia menyoroti putusan Pengadilan Negeri Pariaman, Sumatera Barat, yang menjatuhkan hukuman mati kepada Indra Septiarman alias "In Dragon".
Menurut Komnas HAM, keputusan tersebut bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia yang seharusnya dijunjung tinggi dalam sistem peradilan.
Mereka menilai bahwa vonis tersebut tidak mencerminkan prinsip penghormatan terhadap hak hidup sebagaimana yang dijamin dalam norma-norma HAM.
"Putusan hukuman mati itu tidak sejalan dengan nilai-nilai hak asasi manusia," ujar Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah, saat dihubungi dari Kota Padang.
Baca Juga:
Rupiah Menguat Ditopang Pertumbuhan Ekonomi dan Melemahnya Dolar AS
Ketua Komnas HAM RI menyampaikan pernyataan tersebut sebagai respons terhadap putusan Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Pariaman.
Dalam perkara tersebut, majelis hakim menjatuhkan vonis hukuman mati kepada terdakwa yang dikenal dengan nama In Dragon.
Vonis tersebut menjadi perhatian karena menyangkut prinsip-prinsip hak asasi manusia yang dinilai tidak tercermin dalam putusan itu.
Keputusan hakim itu juga diketahui sejalan dengan tuntutan yang sebelumnya diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam persidangan.
Baca Juga:
Polda Sumsel Latih 180 Personel Hadapi Karhutla Jelang Musim Kemarau
Meski begitu, Ketua Komnas HAM tetap menyatakan persetujuannya bahwa In Dragon memang layak menerima hukuman yang tegas.
Hal ini karena perbuatan pelaku yang telah merampas nyawa orang lain dianggap sebagai tindakan yang sangat serius dan tidak bisa ditoleransi.
Anis menuturkan bahwa hak untuk hidup merupakan bagian yang dijamin secara tegas dalam konstitusi negara.
Jaminan tersebut juga tertuang dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia serta berbagai instrumen HAM lainnya yang berlaku.
Baca Juga:
Relokasi Pedagang Pasar Hewan Barito: Upaya Penataan Ruang Hijau Jakarta
Bahkan dalam KUHP yang baru, terdapat dorongan kuat untuk meninggalkan penggunaan hukuman mati.
Hukuman tersebut tidak lagi dianggap sebagai sanksi utama, melainkan hanya sebagai bentuk pidana alternatif.
Artinya, pidana mati tidak serta-merta harus dijalankan, dan bisa dialihkan tergantung situasi.
Seseorang yang divonis hukuman mati masih memiliki peluang untuk lolos dari eksekusi jika selama sepuluh tahun menunjukkan perilaku baik saat menjalani hukumannya.
"Jadi, hukuman mati sekarang bukan lagi sebagai pidana utama, tapi hanya menjadi pilihan alternatif saja," ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, Komnas HAM lebih memilih mendorong penerapan hukuman penjara seumur hidup dibanding memberikan hukuman mati.
Alasannya, karena pidana mati dianggap bertentangan dengan nilai-nilai hak asasi manusia.
Menurutnya, vonis penjara seumur hidup sudah cukup untuk memberikan efek jera kepada pelaku.
Baca Juga:
Belajar dari Pemakzulan Fadli Hasan, Wabup Parigi Moutong Abdul Sahid Bisa Bernasib Sama
Di sisi lain, Komnas HAM juga menekankan pentingnya memperhatikan pemulihan kondisi keluarga korban, bukan hanya fokus pada pelaku kejahatan semata.
Meski begitu, Anis menekankan pentingnya menjatuhkan hukuman yang setimpal bagi pelaku yang telah dengan kejam menghilangkan nyawa seorang perempuan muda.
Korban diketahui bernama Nia Kurnia Sari, seorang penjual gorengan di Padang Pariaman yang menjadi korban kekerasan hingga kehilangan nyawa.
Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Pariaman, Sumatera Barat, menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Indra Septiarman alias In Dragon setelah dinyatakan bersalah atas kasus pembunuhan berencana serta pemerkosaan yang terjadi di Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, pada bulan September 2024.
Baca Juga:
Mentan Amran: Lonjakan Produksi Beras Bukti Nyata Kebangkitan Pertanian Nasional
Hakim Ketua Dedi Kuswara menyampaikan dalam persidangan bahwa, "Terdakwa Indra Septiarman yang dikenal dengan nama In Dragon terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana dan pemerkosaan." (*/Zahra)