Nasional, gemasulawesi – Rahmat Bagja, yang merupakan Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum atau Bawaslu, menyatakan pihaknya telah menangani sekitar 140 kasus pelanggaran hukum yang terjadi selama pelaksaan Pemilu tahun 2024.
Rahmat Bagja menegaskan jika 140 kasus pelanggaran hukum tersebut telah diselesaikan hingga tuntas oleh Bawaslu.
Menurut Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, menyebutkan jika kasus pelanggaran hukum yang paling banyak adalah pelanggaran administrasi yang jumlahnya mencapai 71 kasus.
Baca Juga:
Dikritik Mengenai Penggunaan Pengeras Suara, Menag Tegaskan Hanya Menyarankan Pengaturan Waktu
“Untuk pelanggaran pidana sebanyak 63 kasus dan sisanya merupakan pelanggaran hukum yang lainnya,” ujarnya.
Rahmat Bagja menambahkan jika hampir setengah dari kasus pidana telah terbukti yang memperlihatkan adanya kebutuhan yang mendesak untuk penegakan hukum yang lebih untuk ke depannya dalam Pemilu tahun 2024.
“Dari sisi pelaporan, sekitar 1.500 laporan masuk dan itu juga ditambah dengan 700 temuan Bawaslu untuk dugaan pelanggaran Pemilu tahun 2024,” ucapnya.
Dalam kesempatan tersebut, Rahmat Bagja mengakui jika penanganan kasus, baik berdasarkan laporan ataupun temuan Bawaslu, menjadi tantangan tersendiri untuk pihak Bawaslu.
Dia menekankan Bawaslu memiliki komitmen untuk melakukan tindak lanjut setiap kasus yang mempunyai bukti yang cukup.
“Itu termasuk dengan kasus yang viral di media sosial ataupun yang tidak,” ungkapnya.
Rahmat Bagja menyatakan jika penanganan kasus ini menunjukkan upaya untuk mempertahankan integritas dari Pemilu tahun 2024.
Dia melanjutkan juga untuk memastikan jika setiap pelanggaran yang terjadi akan mendapatkan tindakan yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Menurutnya, setiap dugaan pelanggaran selalu ada dalam Pemilu kapan saja karena faktor manusian yang terlibat.
“Namun, yang paling penting untuk Bawaslu adalah bagaimana pelanggaran yang terjadi dapat mempengaruhi hasil Pemilu,” imbuhnya.
Rahmat Bagja menekankan setiap suara di TPS dan setiap suara dalam rekapitulasi harus mempunyai bobot yang sama dalam penentuan hasil akhir Pemilu.
“Jika dibandingkan dengan sengketa yang berkaitan dengan Pilpres, sengketa yang berkaitan dengan Pileg selalu mendominasi,” pungkasnya. (*/Mey)