Nasional, gemasulawesi - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan komitmennya untuk terus menjalin koordinasi dengan otoritas berwenang di Taiwan.
Langkah ini dilakukan guna memastikan tindak lanjut terhadap temuan mi instan asal Indonesia yang diperiksa oleh pihak Taiwan.
Produk tersebut diketahui mengandung etilen oksida berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan otoritas setempat.
Selain dengan Taiwan, BPOM juga akan melibatkan pihak terkait lainnya agar persoalan ini bisa ditangani secara menyeluruh.
Kepala BPOM, Taruna Ikrar, di Jakarta pada Jumat menyampaikan bahwa pihaknya telah memperoleh laporan dari Pemerintah Taiwan.
Informasi tersebut terkait temuan kandungan etilen oksida (EtO) pada produk mi instan Indomie varian Rasa Soto Banjar Limau Kulit.
Produk ini diketahui diproduksi oleh perusahaan Indofood dan menjadi perhatian setelah hasil uji dari otoritas Taiwan diumumkan.
Ia menuturkan bahwa produsen sudah memberikan laporan serta klarifikasi, bahwa produk tersebut dinyatakan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku di Taiwan.
Baca Juga:
Pemulangan Jenazah Staf KBRI Lima Zetro Leonardo Purba dan Peninjauan Perlindungan Diplomat RI
Taruna berkata, “Produk itu bukan hasil ekspor resmi dari produsen ke Taiwan.”
Ekspor produk tersebut, menurutnya, diduga dilakukan oleh pihak trader, bukan importir resmi dari produsen, sehingga berlangsung tanpa sepengetahuan perusahaan.
Ia menambahkan, pihak produsen saat ini tengah melakukan penelusuran terkait bahan baku yang digunakan dalam produk tersebut.
Penyelidikan juga dilakukan untuk mencari tahu penyebab munculnya temuan, dan hasilnya akan segera disampaikan kepada BPOM.
Baca Juga:
Prabowo Perluas Program Sekolah Rakyat untuk Kelompok Ekonomi Lebih Luas
Ia menjelaskan bahwa temuan tersebut muncul karena Taiwan menetapkan aturan ketat, yakni kadar EtO total dalam pangan harus nol atau tidak terdeteksi.
Menurutnya, standar tersebut berbeda dengan sejumlah negara lain seperti Amerika Serikat, Uni Eropa, maupun Indonesia yang membedakan batas aman antara EtO dan kloroetanol (2-CE) sebagai analit, bukan menjadikannya batas EtO total.
Ia juga menambahkan bahwa hingga saat ini Codex Alimentarius Commission (CAC), organisasi internasional di bawah WHO dan FAO, belum menetapkan batas maksimum residu EtO.
Berdasarkan penelusuran data registrasi, BPOM memastikan bahwa varian produk tersebut sudah memiliki izin edar resmi sehingga aman beredar di Indonesia dan tetap layak dikonsumsi.
Baca Juga:
Perampokan Rumah Kosong di Duren Sawit, Dua Pelaku Ditangkap Polisi
BPOM juga mengingatkan masyarakat agar tidak gegabah dalam menyikapi informasi ini, melainkan tetap bersikap bijak dan cerdas sebagai konsumen dengan selalu melakukan Cek KLIK (Kemasan, Label, Izin edar, dan Kedaluwarsa) sebelum membeli maupun mengonsumsi produk pangan.
Tidak hanya itu, BPOM menganjurkan agar masyarakat memperhatikan informasi nilai gizi serta takaran saji yang tertera pada kemasan. (*/Zahra)