Nasional, gemasulawesi - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya menanggapi laporan dugaan korupsi dalam penyelenggaraan retret kepala daerah yang dilakukan di Akademi Militer Magelang, Jawa Tengah, pada 21–28 Februari 2025.
Laporan ini sebelumnya diajukan oleh Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pelapor mencurigai adanya kejanggalan dalam penunjukan PT Lembah Tidar Indonesia sebagai salah satu perusahaan yang menangani persiapan retret.
Mereka menilai proses penunjukan tersebut tidak melalui mekanisme tender yang transparan.
Selain itu, ada dugaan konflik kepentingan karena komisaris serta direktur utama perusahaan tersebut diyakini sebagai kader Gerindra yang masih menjabat sebagai pejabat publik aktif.
Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait independensi serta profesionalisme dalam pelaksanaan program retret tersebut.
Menanggapi hal itu, Bima Arya menegaskan bahwa dana yang digunakan dalam penyelenggaraan retret kepala daerah telah sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku.
Ia memastikan tidak ada penyalahgunaan anggaran negara dan menekankan bahwa pendanaan kegiatan tersebut berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
"Kami pastikan semua dilakukan sesuai dengan aturan, dan prosesnya tentu telah secara cermat menimbang semua dan tidak ada APBD, semua dibiayai oleh APBN," jelas Bima Arya pada Selasa, 3 Maret 2025.
Retret kepala daerah merupakan agenda yang dirancang untuk memberikan pembekalan bagi para kepala daerah baru agar memiliki pemahaman yang lebih baik terkait tata kelola pemerintahan.
Bima Arya menjelaskan bahwa penyelenggaraan retret ini merupakan bagian dari mandat undang-undang yang harus dijalankan oleh pemerintah pusat.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti adanya perubahan dalam hal lokasi, waktu, dan jumlah peserta dalam program retret ini.
Menurutnya, perubahan tersebut merupakan bagian dari dinamika pelaksanaan program pemerintahan yang harus menyesuaikan dengan berbagai pertimbangan teknis dan administratif.
"Jadi, kami harus memberikan pembekalan kepada kepala daerah baru. Ketika kemudian ada perubahan-perubahan dalam hal lokasi, waktu, dan jumlah peserta, tentu kami harus menyesuaikan," ujar Bima.
Sementara itu, laporan dugaan korupsi yang diajukan oleh PBHI dan Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi masih menjadi perhatian publik.
KPK diharapkan dapat segera menindaklanjuti laporan ini guna memastikan apakah ada indikasi penyimpangan atau tidak dalam penyelenggaraan retret kepala daerah.
Di sisi lain, publik juga menunggu transparansi lebih lanjut dari pemerintah terkait mekanisme penggunaan anggaran dalam program tersebut. (*/Risco)