Nasional, gemasulawesi - Kabar meninggalnya bayi laki-laki berinisial MKA setelah menerima imunisasi telah menjadi viral di Kota Sukabumi, Jawa Barat.
Bayi di Kota Sukabumi ini meninggal beberapa jam setelah mendapatkan empat jenis vaksin: Bacille Calmette-Guerin (BCG) untuk tuberkulosis (TB), Difteri-Pertusis-Tetanus-Hepatitis B-Haemophilus Influenzae Type B (DPT-HB-Hib), Polio tetes, dan Rotavirus untuk pencegahan diare.
Peristiwa yang menimpa bayi di Sukabumi tersebut telah memicu kekhawatiran di masyarakat terkait keamanan imunisasi yang diberikan kepada anak-anak.
Keluarga bayi MKA mengungkapkan ketidakpuasannya dan meminta agar kasus ini diselidiki lebih lanjut.
Dalam menghadapi kasus ini, Kementerian Kesehatan RI merespons dengan menyampaikan bahwa mereka telah menerima laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) di Kota Sukabumi.
Menurut laporan yang diterima, bayi MKA lahir dengan bantuan bidan dan sudah mendapatkan vitamin K serta vaksin hepatitis B.
Namun, bayi tersebut tidak dibawa ke Puskesmas setelah lahir, baru dibawa ke Posyandu pada usia hampir tiga bulan untuk mendapatkan imunisasi.
Imunisasi yang diberikan termasuk imunisasi ganda, di mana bayi menerima lebih dari satu jenis vaksin dalam satu kunjungan.
Pada hari itu, 18 anak menerima imunisasi di Posyandu, termasuk tiga anak lain yang menerima empat jenis vaksin yang sama dengan bayi MKA. Para anak tersebut dalam kondisi sehat setelah menerima imunisasi.
Setelah menerima imunisasi, bayi MKA pulang ke rumah dalam keadaan normal, namun kemudian menunjukkan gejala tubuh yang melemah.
Orangtuanya segera menghubungi Puskesmas, di mana petugas kesehatan datang ke rumah bayi MKA dan membawanya ke rumah sakit untuk perawatan lebih lanjut.
Namun, sayangnya, bayi MKA meninggal dunia setibanya di rumah sakit pada 11 Juni 2024.
Dalam menghadapi kekhawatiran masyarakat, Kementerian Kesehatan RI menjelaskan bahwa mereka telah melakukan audit KIPI bersama dengan Komda KIPI Jawa Barat dan Komnas KIPI.
Hasil audit menyimpulkan bahwa belum ada bukti yang menunjukkan hubungan langsung antara imunisasi yang diterima oleh bayi MKA dengan kematian tersebut.
Meskipun demikian, Kementerian Kesehatan RI memastikan bahwa mereka akan terus mengawasi dan memastikan standar keamanan imunisasi yang tinggi.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI juga telah mengambil sampel vaksin yang disuntikkan kepada bayi MKA untuk menilai kualitasnya.
Sampel vaksin ini sedang diuji untuk memastikan bahwa vaksin yang diberikan sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan.
Pemberian imunisasi ganda atau lebih dari satu jenis vaksin dalam satu kunjungan telah direkomendasikan oleh Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI) dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai metode yang aman dan efektif untuk melindungi anak-anak dari berbagai penyakit sejak dini.
Imunisasi dilakukan sesuai dengan jadwal imunisasi nasional, yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), untuk memastikan bahwa anak-anak mendapatkan perlindungan yang optimal.
Pemberian imunisasi ganda juga memiliki beberapa manfaat, termasuk efisiensi waktu dan mengurangi jumlah kunjungan yang diperlukan ke fasilitas kesehatan, sehingga orangtua dan anak tidak perlu datang berulang kali.
Meskipun kasus ini menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, penting untuk memahami bahwa pemberian imunisasi merupakan langkah yang penting dalam melindungi kesehatan anak-anak dari berbagai penyakit yang dapat membahayakan kehidupan mereka. (*/Shofia)