Nasional, gemasulawesi – Putusan yang diumumkan oleh Mahkamah Konstitusi terkait batas usia capres dan cawapres di tanggal 16 Oktober 2023 diketahui menyisakan polemik yang panjang.
Komponen masyarakat yang tidak terima dengan putusan tersebut ramai-ramai melayangkan protes mereka yang membuat Mahkamah Konstitusi membentuk Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang diketuai oleh Profesor Jimly Asshiddiqie.
2 anggota MKMK lainnya, yakni Bintan Saragih dan Hakim Konstitusi Wahiduddin Adams yang juga merupakan anggota Mahkamah Konstitusi.
Pemilihan ketiganya ini berdasarkan pertimbangan yang berbeda-beda, yaitu Jimly yang mewakili unsur tokoh masyarakat, Bintan Saragih yang mewakili akademisi dan Wahiduddin Adams yang mewakili hakim konstitusi yang masih aktif.
Menurut aturan, MKMK memiliki waktu sekitar 30 hari untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik atau pedoman perilaku hakim konstitusi.
Namun, karena tanggal 8 November 2023 merupakan waktu terakhir untuk mengusulkan bakal pasangan calon pengganti, maka MKMK memutuskan besok, tanggal 7 November 2023, sebagai waktu untuk mengumumkan keputusan mereka ke publik.
Hal ini bermula dari putusan MK yang dianggap dapat membuat Gibran Rakabuming Raka maju ke pemilu mendatang.
Awalnya, Gibran yang berusia 36 tahun tidak dapat memenuhi syarat untuk bertarung di pilpres karena saat itu terdapat peraturan jika capres dan cawapres harus berusia di atas 40 tahun.
Namun, putusan MK di tanggal 16 Oktober 2023 lalu membuat langkahnya dapat terus maju lantaran MK mengubah batas usia capres dan cawapres menjadi di bawah 40 tahun tetapi sedang atau telah menjabat kepala daerah yang dipilih melalui pemilu.
Menurut pakar hukum, MKMK jika menemukan adanya pelanggaran berat yang dilakukan hakim konstitusi yang terlibat dalam putusan, maka dapat saja putusan MKMK tersebut menjadi dasar untuk menganulir putusan MK.
“Namun, apabila ada hakim konstitusi yang terbukti melakukan pelanggaran berat, masih ada mekanisme di Mahkamah Kehormatan Banding yang dapat ditempuh oleh hakim konstitusi tersebut,” jelasnya.
Jika hal tersebut terjadi, maka putusan MKMK belum bersifat final.
“Dengan adanya kemungkinan hakim konstitusi yang dijatuhi sanksi tersebut mengajukan pembelaan, maka putusan MKMK tidak dapat serta merta dijalankan,” terangnya.
Pakar hukum tersebut menambahkan sementara itu, tahapan pemilu tetap berjalan sehingga kecil kemungkinan terjadi pergantian bakal capres dan cawapres untuk pemilu kali ini. (*/Mey)