Internasional, gemasulawesi – Saat ini, baik Hamas maupun Israel diketahui sedang melakukan gencatan senjata setelah berminggu-minggu melakukan peperangan di Palestina.
Selain gencatan senjata, Hamas dan Israel juga sepakat untuk saling bertukar tahanan dan sandera yang dimiliki mereka.
Beberapa menyebutkan jika sandera Hamas yang sebagian besar merupakan warga Israel menampakkan raut sedih saat harus berpisah dengan anggota Hamas.
Mereka juga menampilkan raut wajah bahagia dan melambaikan tangan di mobil Palang Merah Internasional yang menjemput mereka ke arah para anggota Hamas.
Selain itu, mereka juga sempat berfoto bersama dengan pasukan Hamas.
Warganet pun menyebutkan jika para sandera Hamas tersebut terkena Stockholm Syndrome.
Baca: Penjajah Israel Disebut Gunakan AI untuk Targetkan Lokasi, Ini Bahaya Penggunaannya dalam Perang
Stokcholm Syndrome atau juga disebut dengan Sindrom Stockholm adalah kondisi psikologis seseorang saat mereka menjadi korban penculikan, penyekapan ataupun penyanderaan.
Mereka yang mengalaminya membentuk sebuah hubungan psikologis dengan orang yang menculiknya.
Para korban tersebut juga seiring berjalannya waktu mulai bersimpati dengan mereka.
Baca: Syahid, Ini Nama Beberapa Komandan Hamas yang Meninggal Akibat Dibunuh oleh Penjajah Israel
Namun, Stockholm Syndrome juga dialami oleh mereka yang mengalami KDRT dan toxic relationship.
Kemunculan Stockholm Syndrome ini juga disebutkan bisa jadi timbul karena korban yang misalnya seperti para sandera Hamas ingin meningkatkan peluang mereka untuk bertahan hidup.
Dan salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan bersimpati dengan pelaku yang menculiknya.
Stockholm Syndrome pertama kali diperkenalkan oleh Nils Bejerot di tahun 1983 yang merupakan psikiater dan kriminolog asal Swedia.
Orang-orang yang mengalami Stockholm Syndrome biasanya memiliki beberapa tanda, yakni bersimpati pada keyakinan dan perilaku penculiknya, memiliki perasaan negatif kepada polisi atau figur otoritas lainnya dan perasaan positif terhadap penculik atau pelaku kekerasan.
Meskipun tidak semua orang mengalami Stockholm Syndrome, sindrom ini tidak memiliki penyebab yang jelas.
Para korban penculikan atau penyanderaan mungkin menciptakan ikatan ini sebagai salah satu cara mereka untuk mengatasi situasi yang ekstrem dan menakutkan.
Jika yang menjadi pelaku menunjukkan kebaikan hati, korban penyanderaan dan penculikan seperti sandera Hamas mungkin bersimpati terhadap mereka atas kebaikan yang mereka dapatkan selama mengalami penyanderaan oleh Hamas. (*/Mey)