Situbondo, gemasulawesi - Sembilan pelajar di Situbondo kini menjadi tersangka dalam kasus pengeroyokan yang menyebabkan kematian seorang siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs).
Para pelaku yang terdiri dari siswa SMP dan SMA di Situbondo tersebut telah ditahan oleh pihak kepolisian untuk proses pemeriksaan lebih lanjut.
Adapun barang bukti yang disita dari pelaku yang merupakan siswa SMP dan SMA di Situbondo meliputi tiga unit sepeda motor milik para tersangka serta beberapa senjata tajam.
Identitas kesembilan pelaku diungkapkan dengan inisial MK, MM, MD, IA, MN, MB, AZ, MK, dan F.
Mereka berasal dari berbagai sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA) di Situbondo.
Kasat Reskrim Polres Situbondo, AKP Momon Suwito Pratomo, menjelaskan bahwa pihaknya telah melakukan reka ulang untuk mengungkap peran masing-masing pelaku dalam kejadian tersebut.
“Kami telah melakukan reka ulang untuk mengungkap peran masing-masing pelaku,” jelasnya kepada detikJatim pada Senin, 17 Mei 2024.
Momon menyatakan bahwa para pelaku yang masih di bawah umur ini terancam pasal berlapis.
Mereka dijerat dengan Pasal 170 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pengeroyokan serta Pasal 76 (c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA).
Ancaman hukuman paling berat yang dihadapi adalah 10 tahun penjara.
Motif pengeroyokan ini diduga dipicu oleh dendam salah satu tersangka terhadap korban.
"Motifnya sementara ini adalah dendam mendalam salah satu tersangka terhadap korban. Hal ini disebabkan karena kakak tersangka kalah dalam perkelahian dengan korban sebelumnya," kata Momon.
Akibat dendam tersebut, tersangka mengajak teman-temannya untuk mengeroyok korban di lapangan Desa Kalianget, Banyuglugur, setelah sebelumnya mereka melakukan pesta minuman keras (miras).
Korban, seorang remaja bernama Muhammad Fahri Ghufron (15), adalah siswa kelas 8 di MTs Situbondo.
Ia diduga menjadi korban pengeroyokan oleh teman-temannya dan akhirnya meninggal dunia setelah dirawat selama sepekan di sebuah rumah sakit di Kraksaan, Probolinggo.
Kejadian tragis ini menambah daftar panjang kasus kekerasan di kalangan pelajar yang seharusnya masih berfokus pada pendidikan dan perkembangan diri.
Pihak kepolisian terus mendalami kasus ini dengan harapan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya.
Pemerintah daerah serta masyarakat juga diharapkan lebih aktif dalam mengawasi perilaku anak-anak dan remaja untuk mencegah kejadian serupa terulang kembali di masa depan. (*/Shofia)