Politik, gemasulawesi – Arga Pribadi Imawan, yang merupakan pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, menyebutkan jika upaya untuk mewujudkan hak angket yang sekarang ini sedang dilakukan oleh sejumlah parpol akan menghadapi kendala yang cukup besar.
Menurut Arga Pribadi Imawan, hal tersebut dinamika politik yang terjadi setelah pengumuman hasil Pemilu tahun 2024.
“Khususnya mengenai Partai Nasdem yang mulai memperlihatkan ruang koalisi dengan pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka,” ujarnya.
Baca Juga:
Soroti Hubungan Persahabatan, Prabowo Subianto Dapat Ucapan Selamat dari Kanselir Jerman
Arga menerangkan bahwa dengan melihat kondisi politik yang sedang berjalan dan juga konsolidasi elite yang kuat, terutama dengan pergeseran sikap Partai Nasdden, maka hal tersebut menjadi indikasi yang kuat untuk usaha pengguliran hak angket yang mungkin akan mengalami hambatan.
Dalam kesempatan yang sama, Arga menyebutkan jika mewujudkan hak angket yang diusung oleh sejumlah pihak menjadi sesuatu yang sulit.
“Terutama lewat jalur formal yang sah,” katanya.
Dia menekankan jika oleh karena itu, yang dapat dilakukan oleh aktivis, akademisi dan juga organisasi masyarakat saat ini adalah dengan memperkuat peran dari masyarakat sebagai kekuatan yang seimbang terhadap pemerintah .
Di sisi lain, Rijadh Djatu Winardi, yang merupakan pengamat akuntansi forensik dari Fakultas Ekonomi Bisnis, mengungkapkan jika dari segi ekonomi, pasar cenderung menginginkan Pemilu tahun 2024 berlangsung hanya dalam 1 putaran.
Rijadh memaparkan jika kehadiran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu tahun 2024 menciptakan ketidakpastian, yang dapat meresponsnya secara negatif, terutama atau khususnya pasar modal.
Baca Juga:
Disampaikan Melalui Surat Resmi, Prabowo Subianto Dapat Ucapan Selamat dari Presiden Tiongkok
“Survei yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia atau BEI memperlihatkan jika sebagian besar pelaku pasar lebih memilih penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 yang selesai dalam 1 putaran,” ungkapnya.
Rijadh menuturkan jika untuk saat ini, para investor masih memilih untuk menahan diri untuk melakukan investasi di Indonesia, terutama investor asing yang memiliki modal yang besar, yang akan menunggu perkembangan terkait dengan situasi politik di dalam negeri. (*/Mey)